medcom.id, Jakarta: Tersangka kasus korupsi pengadaan Alquran dan laboratorium komputer di Kementerian Kesehatan, Fahd Al Fouz, kembali diperiksa penyidik KPK. Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) ini berharap Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto tak dikait-katikan dengan kasus yang menimpanya.
"Mohon jangan dikaitkan," kata Fahd di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa 6 Juni 2017.
Dia menyatakan hubungan dengan Novanto sebatas atasan dan bawahan di organisasi partai beringin. Novanto menjabat ketua umum dan Fahd menjabat ketua DPP partai.
Dia berani bersumpah tak memiliki hubungan bisnis dengan Novanto. Karena itulah, Fadh tidak ingin nama Novanto terbelit kasusnya.
Fahd mengaku akan bertanggung jawab dalam kasus ini. Dia menyatakan akan kooperatif seperti saat menyeret anggota Komisi VIII Zulkarnaen Djabar dan anaknya, Dendy Prasetya.
"Yang membongkar kasus ini adalah saya. Akhirnya terang benderang seperti sekarang," klaim Fahd.
Baca: Fahd akan Beberkan Peran Priyo Budi Santoso di Persidangan
Fahd ditetapkan sebagai tersangka, Kamis 26 April 2017. Dia diduga menyelewengkan dana pengadaan kitab suci Al Quran pada APBN-P 2011 dan APBN 2012 serta Laboratorium Komputer Madrasah Tsanawiyah TA 2011 di Kementerian Agama RI.
Fadh menjadi tersangka ketiga. Dua tersangka sebelumnya, yakni politikus Golkar Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetya. Zulkarnaen divonis 15 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider satu bulan kurungan. Dendy divonis 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider satu bulan kurungan.
Zulkarnaen dan Dendy terbukti menerima Rp4,7 miliar dari PT Batu Karya Mas. Uang itu sebagai fee atas pemenangan proyek pengadaan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah tahun anggaran 2011.
Zulkarnaen dan Dendy juga terbukti memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia dalam tender proyek penggandaan Alquran tahun anggaran 2012. Pada proyek ini keduanya mendapat Rp9,6 miliar. Fahd diduga bagian yang menerima uang dari dua proyek itu.
Dalam kasus lain, Fahd merupakan terpidana kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID). Ia bebas 2014.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/4baznjRk" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Tersangka kasus korupsi pengadaan Alquran dan laboratorium komputer di Kementerian Kesehatan, Fahd Al Fouz, kembali diperiksa penyidik KPK. Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) ini berharap Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto tak dikait-katikan dengan kasus yang menimpanya.
"Mohon jangan dikaitkan," kata Fahd di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa 6 Juni 2017.
Dia menyatakan hubungan dengan Novanto sebatas atasan dan bawahan di organisasi partai beringin. Novanto menjabat ketua umum dan Fahd menjabat ketua DPP partai.
Dia berani bersumpah tak memiliki hubungan bisnis dengan Novanto. Karena itulah, Fadh tidak ingin nama Novanto terbelit kasusnya.
Fahd mengaku akan bertanggung jawab dalam kasus ini. Dia menyatakan akan kooperatif seperti saat menyeret anggota Komisi VIII Zulkarnaen Djabar dan anaknya, Dendy Prasetya.
"Yang membongkar kasus ini adalah saya. Akhirnya terang benderang seperti sekarang," klaim Fahd.
Baca: Fahd akan Beberkan Peran Priyo Budi Santoso di Persidangan
Fahd ditetapkan sebagai tersangka, Kamis 26 April 2017. Dia diduga menyelewengkan dana pengadaan kitab suci Al Quran pada APBN-P 2011 dan APBN 2012 serta Laboratorium Komputer Madrasah Tsanawiyah TA 2011 di Kementerian Agama RI.
Fadh menjadi tersangka ketiga. Dua tersangka sebelumnya, yakni politikus Golkar Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetya. Zulkarnaen divonis 15 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider satu bulan kurungan. Dendy divonis 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider satu bulan kurungan.
Zulkarnaen dan Dendy terbukti menerima Rp4,7 miliar dari PT Batu Karya Mas. Uang itu sebagai fee atas pemenangan proyek pengadaan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah tahun anggaran 2011.
Zulkarnaen dan Dendy juga terbukti memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia dalam tender proyek penggandaan Alquran tahun anggaran 2012. Pada proyek ini keduanya mendapat Rp9,6 miliar. Fahd diduga bagian yang menerima uang dari dua proyek itu.
Dalam kasus lain, Fahd merupakan terpidana kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID). Ia bebas 2014.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)