Jakarta: Bripka Ricky Rizal Wibowo disebut sebagai korban keadaan dari skenario yang dirancang Irjen Ferdy Sambo. Eks Kadiv Propam Polri itu membuat skenario kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J) seakan-akan terjadi dari peristiwa tembak-menembak.
“Peristiwa ini sesuatu yang sangat disesalkan, tapi bukan Bripka RR (Ricky Rizal) yang berbuat, dia korban keadaan,” kata pengacara Bripka Ricky Rizal Wibowo, Erman Umar, usai mendampingi Bripka Ricky Rizal menjalani pemeriksaan, di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis malam, 8 September 2022.
Bripka Ricky Rizal menjalani pemeriksaan lanjutan untuk kelengkapan berkas perkara yang dikembalikan Kejaksaan (P-19). Erman mendampingi Bripka Ricky Rizal selama pemeriksaan yang diawali dengan pemeriksaan psikologi guna mengetahui kondisi kesehatan serta mempertegas keterangan yang telah diberikan.
Menurut dia, kliennya lebih tepat dijadikan saksi, karena tidak memiliki niat jahat melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
“Kalau menurut saya, posisi klien saya pantasnya sebagai saksi, pertama dia tidak punya mens rea (niat jahat), disuruh nembak tidak berani dia,” kata dia.
Dia juga mengeklaim kliennya tidak menerima uang yang dijanjikan Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, usai penembakan.
Menurut dia, uang pemberian Ferdy Sambo itu diberikan tiga hari setelah kejadian penembakan. Dalam keterangannya, uang itu bukan terkait Brigadir J, tetapi pemberian Ferdy Sambo atas kerjanya menjaga Putri Candrawathi.
Namun, Erman menyangkal kliennya belum menerima uang tersebut. “Oh (uang) tidak ada, itu setelah kejadian. Setelah skenario, Pak Sambo sampaikan ini ada uang, dalam BAP yang saya baca, uang itu diberikan karena kalian sudah menjaga ibu, bukan karena masalah bayaran penembakan. Tapi itu bisa saja, kalau Sambo bisa seperti itu, tapi keterangan itu berbeda-benda,” ujar dia.
Dia juga mengungkapkan kliennya tidak mengetahui adanya peristiwa pelecehan Putri Candrawathi di Magelang. Saat kejadian, kliennya sedang perjalanan ke sekolah anak Ferdy Sambo bersama Bharada Richard Eliezer.
Saat di perjalanan, Bharada Richard menerima telepon dari Putri Candrawathi diminta untuk kembali ke rumah dinas di Magelang. Setibanya di rumah, Bripka Ricky Rizal tidak melihat penghuni rumah di lantai satu, begitu naik ke lantai dua, didapati tersangka Kuat Ma’ruf dalam keadaan tegang dan panik.
“Klien saya bertanya ke Kuat ada apa? Dijawab oleh Kuat tidak tahu itu si Josua ngapain kok ditanya lari,” kata dia meniru ucapan kliennya.
Pada saat itu, kata dia, kliennya melihat Brigadir J berupaya masuk bertemu Putri Candrawathi di kamarnya tetapi ditahan memakai pisau oleh Kaut Ma’ruf.
Erman menuturkan Bripka Ricky Rizal sempat mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan menemui Putri Candrawathi di kamar dan menanyakan apa yang terjadi. Namun, pertanyaan itu tidak mendapat jawaban, yang ada Putri menanyakan balik di mana Brigadir J.
Kemudian, Bripka Ricky Rizal mencari Brigadir J dan menyampaikan pesan bahwa Putri Candrawathi memanggil Brigadir J. Setelah itu, Brigadir J masuk kamar, lalu Bripka Ricky pergi ke luar dan tidak mendengar apa yang dibicarakan di antara keduanya.
“Bripka Ricky sempat bertanya kepada Josua ada apa, tapi dijawab sudah tidak ada apa-apa Bang. Jadi selama di Magelang, Bripka Ricky Rizal tidak mendapatkan informasi tentang pelecehan,” ujar dia.
Saat diminta Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J di rumah Saguling III, Erman menjelaskan kliennya menolak perintah atasannya itu karena tidak berani dan tidak kuat. Hingga kemudian diminta memanggil Bharada Richard Eliezer.
Erman mengatakan kliennya tidak terpikir akan ada penembakan Brigadir J di rumah dinas. Pada saat diminta Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J, Bripka Ricky sempat berpikir ada peristiwa apa yang sebenarnya terjadi, karena pada saat itu Ferdy Sambo tampak terguncang dan menangis.
“Bripka Ricky dalam hati sempat bertanya apa benar mau ditembak, karena menurut dia pasti mau minta klarifikasi lagi. Kalau toh misalnya kejadian (ditembak) apa mungkin terjadi di rumah dinas,” kata dia.
Pada saat penembakan terjadi di rumah dinas, lanjut dia, kliennya tidak melihat secara langsung apakah Ferdy Sambo menembak, karena berdiri di belakang Bhadara Richar Eliezer, dan tidak terlalu ingat berapa tembakan yang dilepaskan ke tubuh Brigadir J.
Pada saat tembakan terjadi, panggilan lewat Handy Talkie (HT) masuk dari ajudan lain yang menanyakan ada kejadian apa. Ajudan itu diduga mendengar tembakan.
Saat jeda menerima panggilan tersebut, Bripka Ricky tidak melihat wajah Brigadir J, karena posisi terhalang kulkas. Ketika selesai menjawab panggilan dan berbalik melihat ke arah Bharada E, didapati Ferdy Sambo menembak ke arah dinding.
“Jadi beberapa kali ditanya, Bripka Ricky tidak melihat Ferdy sambo menembak Brigadir J. Cuma melihat Pak Sambo tembak dinding, bisa saja apa yang terjadi sebelumnya,” kata dia.
Menurut dia, apa yang disampaikan kliennya adalah peristiwa yang sebenarnya dilihat, didengar, dan disaksikan. Keterangan yang disampaikan telah diuji menggunakan uji kebohongan (poligraf).
Bripka Ricky Rizal juga tidak terlalu mengenal dekat pribadi Brigadir J. Dia ditarik dari Satlantas Polres Brebes menjadi ajudan Ferdy Sambo pada 2021. Keduanya kenal saat Ferdy Sambo menjadi kapolres di wilayah tersebut pada 2014.
Mantan anggota Satlantas Polres Brebes itu menjadi salah satu di antara lima tersangka pembunuhan berencana Brigadir J. Dia dijerat dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukum maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
Jakarta: Bripka Ricky Rizal Wibowo disebut sebagai korban keadaan dari skenario yang dirancang Irjen
Ferdy Sambo. Eks Kadiv Propam
Polri itu membuat skenario kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J) seakan-akan terjadi dari peristiwa tembak-menembak.
“Peristiwa ini sesuatu yang sangat disesalkan, tapi bukan Bripka RR (Ricky Rizal) yang berbuat, dia korban keadaan,” kata pengacara Bripka Ricky Rizal Wibowo, Erman Umar, usai mendampingi Bripka Ricky Rizal menjalani pemeriksaan, di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis malam, 8 September 2022.
Bripka Ricky Rizal menjalani pemeriksaan lanjutan untuk kelengkapan berkas perkara yang dikembalikan Kejaksaan (P-19). Erman mendampingi Bripka Ricky Rizal selama pemeriksaan yang diawali dengan pemeriksaan psikologi guna mengetahui kondisi kesehatan serta mempertegas keterangan yang telah diberikan.
Menurut dia, kliennya lebih tepat dijadikan saksi, karena tidak memiliki niat jahat melakukan pembunuhan berencana terhadap
Brigadir J.
“Kalau menurut saya, posisi klien saya pantasnya sebagai saksi, pertama dia tidak punya
mens rea (niat jahat), disuruh nembak tidak berani dia,” kata dia.
Dia juga mengeklaim kliennya tidak menerima uang yang dijanjikan Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, usai penembakan.
Menurut dia, uang pemberian Ferdy Sambo itu diberikan tiga hari setelah kejadian penembakan. Dalam keterangannya, uang itu bukan terkait Brigadir J, tetapi pemberian Ferdy Sambo atas kerjanya menjaga Putri Candrawathi.
Namun, Erman menyangkal kliennya belum menerima uang tersebut. “Oh (uang) tidak ada, itu setelah kejadian. Setelah skenario, Pak Sambo sampaikan ini ada uang, dalam BAP yang saya baca, uang itu diberikan karena kalian sudah menjaga ibu, bukan karena masalah bayaran penembakan. Tapi itu bisa saja, kalau Sambo bisa seperti itu, tapi keterangan itu berbeda-benda,” ujar dia.
Dia juga mengungkapkan kliennya tidak mengetahui adanya peristiwa pelecehan Putri Candrawathi di Magelang. Saat kejadian, kliennya sedang perjalanan ke sekolah anak Ferdy Sambo bersama Bharada Richard Eliezer.
Saat di perjalanan, Bharada Richard menerima telepon dari Putri Candrawathi diminta untuk kembali ke rumah dinas di Magelang. Setibanya di rumah, Bripka Ricky Rizal tidak melihat penghuni rumah di lantai satu, begitu naik ke lantai dua, didapati tersangka Kuat Ma’ruf dalam keadaan tegang dan panik.
“Klien saya bertanya ke Kuat ada apa? Dijawab oleh Kuat tidak tahu itu si Josua ngapain kok ditanya lari,” kata dia meniru ucapan kliennya.
Pada saat itu, kata dia, kliennya melihat Brigadir J berupaya masuk bertemu Putri Candrawathi di kamarnya tetapi ditahan memakai pisau oleh Kaut Ma’ruf.
Erman menuturkan Bripka Ricky Rizal sempat mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan menemui Putri Candrawathi di kamar dan menanyakan apa yang terjadi. Namun, pertanyaan itu tidak mendapat jawaban, yang ada Putri menanyakan balik di mana Brigadir J.
Kemudian, Bripka Ricky Rizal mencari Brigadir J dan menyampaikan pesan bahwa Putri Candrawathi memanggil Brigadir J. Setelah itu, Brigadir J masuk kamar, lalu Bripka Ricky pergi ke luar dan tidak mendengar apa yang dibicarakan di antara keduanya.
“Bripka Ricky sempat bertanya kepada Josua ada apa, tapi dijawab sudah tidak ada apa-apa Bang. Jadi selama di Magelang, Bripka Ricky Rizal tidak mendapatkan informasi tentang pelecehan,” ujar dia.
Saat diminta Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J di rumah Saguling III, Erman menjelaskan kliennya menolak perintah atasannya itu karena tidak berani dan tidak kuat. Hingga kemudian diminta memanggil Bharada Richard Eliezer.
Erman mengatakan kliennya tidak terpikir akan ada penembakan Brigadir J di rumah dinas. Pada saat diminta Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J, Bripka Ricky sempat berpikir ada peristiwa apa yang sebenarnya terjadi, karena pada saat itu Ferdy Sambo tampak terguncang dan menangis.
“Bripka Ricky dalam hati sempat bertanya apa benar mau ditembak, karena menurut dia pasti mau minta klarifikasi lagi. Kalau toh misalnya kejadian (ditembak) apa mungkin terjadi di rumah dinas,” kata dia.
Pada saat penembakan terjadi di rumah dinas, lanjut dia, kliennya tidak melihat secara langsung apakah Ferdy Sambo menembak, karena berdiri di belakang Bhadara Richar Eliezer, dan tidak terlalu ingat berapa tembakan yang dilepaskan ke tubuh Brigadir J.
Pada saat tembakan terjadi, panggilan lewat
Handy Talkie (HT) masuk dari ajudan lain yang menanyakan ada kejadian apa. Ajudan itu diduga mendengar tembakan.
Saat jeda menerima panggilan tersebut, Bripka Ricky tidak melihat wajah Brigadir J, karena posisi terhalang kulkas. Ketika selesai menjawab panggilan dan berbalik melihat ke arah Bharada E, didapati Ferdy Sambo menembak ke arah dinding.
“Jadi beberapa kali ditanya, Bripka Ricky tidak melihat Ferdy sambo menembak Brigadir J. Cuma melihat Pak Sambo tembak dinding, bisa saja apa yang terjadi sebelumnya,” kata dia.
Menurut dia, apa yang disampaikan kliennya adalah peristiwa yang sebenarnya dilihat, didengar, dan disaksikan. Keterangan yang disampaikan telah diuji menggunakan uji kebohongan (poligraf).
Bripka Ricky Rizal juga tidak terlalu mengenal dekat pribadi Brigadir J. Dia ditarik dari Satlantas Polres Brebes menjadi ajudan Ferdy Sambo pada 2021. Keduanya kenal saat Ferdy Sambo menjadi kapolres di wilayah tersebut pada 2014.
Mantan anggota Satlantas Polres Brebes itu menjadi salah satu di antara lima tersangka pembunuhan berencana Brigadir J. Dia dijerat dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukum maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)