Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk menindaklanjuti dugaan eks Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam yang pelesiran. Sebab, KPK sudah mengeksekusi Nur Alam setelah kasusnya berkekuatan hukum tetap.
"Sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembinaannya ada pada Ditjen PAS. Silakan dipastikan info tersebut kepada pihak Ditjen PAS," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri kepada Medcom.id, Jumat, 8 Juli 2022.
Menurut Ali, narapidana seharusnya diawasi dengan ketat. Pasalnya, hukuman bui diberikan sebagai efek jera bagi koruptor.
"Yang pasti bahwa semestinya hukuman penjara menjadi salah satu aspek penjeraan terhadap para koruptor," ujar Ali.
Beredar pesan disertai sejumlah gambar yang diduga terpidana korupsi Nur Alam. Dia diduga pelesiran dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Pada pesan tersebut tertulis, Nur Alam diduga hampir setiap pekan mengecek pembagunan rumahnya di Jalan Patra Kuningan VII, Kompleks Mikasa D2, Jakarta. Rumah itu akan diresmikan.
Pada salah satu gambar terlihat sosok yang diduga Nur Alam memakai jaket dan celana panjang. Di belakangnya, terdapat bangunan yang sedang direnovasi.
Nur Alam merupakan terpidana kasus suap dan penyalahgunaan kewenangan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) di Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2014. Negara dirugikan hingga Rp4,3 triliun.
Dia juga terbukti menerima gratifikasi selama menjadi gubernur Sultra. Gratifikasi dari hasil penjualan nikel ke Richcorp International Ltd melalui investasi di AXA Mandiri.
Nur Alam dijatuhi vonis 12 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama. Hukumannya ditambah di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta atau tingkat banding menjadi 15 tahun bui.
Sedangkan, di tingkat kasasi hukumannya kembali menjadi 12 tahun penjara. Nur Alam juga mengajukan peninjauan kembali (PK) tetapi ditolak Mahkamah Agung (MA).
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menyerahkan kepada Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan (Ditjen PAS) pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk menindaklanjuti dugaan eks Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra)
Nur Alam yang pelesiran. Sebab, KPK sudah mengeksekusi Nur Alam setelah kasusnya berkekuatan hukum tetap.
"Sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembinaannya ada pada Ditjen PAS. Silakan dipastikan info tersebut kepada pihak Ditjen PAS," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri kepada
Medcom.id, Jumat, 8 Juli 2022.
Menurut Ali, narapidana seharusnya diawasi dengan ketat. Pasalnya, hukuman bui diberikan sebagai efek jera bagi koruptor.
"Yang pasti bahwa semestinya hukuman penjara menjadi salah satu aspek penjeraan terhadap para koruptor," ujar Ali.
Beredar pesan disertai sejumlah gambar yang diduga terpidana korupsi Nur Alam. Dia diduga pelesiran dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Pada pesan tersebut tertulis, Nur Alam diduga hampir setiap pekan mengecek pembagunan rumahnya di Jalan Patra Kuningan VII, Kompleks Mikasa D2, Jakarta. Rumah itu akan diresmikan.
Pada salah satu gambar terlihat sosok yang diduga Nur Alam memakai jaket dan celana panjang. Di belakangnya, terdapat bangunan yang sedang direnovasi.
Nur Alam merupakan terpidana kasus suap dan penyalahgunaan kewenangan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) di Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2014. Negara dirugikan hingga Rp4,3 triliun.
Dia juga terbukti menerima gratifikasi selama menjadi gubernur Sultra. Gratifikasi dari hasil penjualan nikel ke Richcorp International Ltd melalui investasi di AXA Mandiri.
Nur Alam dijatuhi vonis 12 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama. Hukumannya ditambah di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta atau tingkat banding menjadi 15 tahun bui.
Sedangkan, di tingkat kasasi hukumannya kembali menjadi 12 tahun penjara. Nur Alam juga mengajukan peninjauan kembali (PK) tetapi ditolak Mahkamah Agung (MA).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)