Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, pada Senin, 31 Januari 2022. Mereka dikorek soal asal-usul uang Rp1 miliar yang dibawa Bupati nonaktif PPU Abdul Gafur Mas'ud saat operasi tangkap tangan (OTT).
"Mendalami soal asal-usul uang yang turut diamankan oleh tim KPK saat dilakukan tangkap tangan," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 1 Februari 2022.
Keempat orang saksi itu, yakni Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Atap (DPMPTSP) Kabupaten PPU, Fernando; Kabag Perekonomian Sekretariat Daerah PPU, Durajat; Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR PPU, Ricci Firmansyah; dan Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR PPU, Petriandy Ponganton Pasulu.
Baca: Eks Wali Kota Tanjungbalai Segera Diadili dalam Kasus Jual Beli Jabatan
Mereka juga diminta menjelaskan asal-usul uang yang diterima Gafur dalam kasus ini. Keterangan mereka sudah dicatat dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
"Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan aliran sejumlah uang yang diterima oleh tersangka AGM (Gafur)," ujar Ali.
KPK menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Penajam Paser Utara. Mereka, yakni pemberi suap sekaligus pihak swasta Ahmad Zuhdi dan penerima suap sekaligus Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur, Plt Sekda Penajam Paser Utara Mulyadi, Kepala Dinas PUTR Penajam Paser Utara Edi Hasmoro, Kepala Bidang Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Jusman, dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afidah Balqis.
Zuhdi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999.
Abdul, Mulyadi, Edi, Jusman, dan Nur selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) memeriksa empat saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, pada Senin, 31 Januari 2022. Mereka dikorek soal asal-usul uang Rp1 miliar yang dibawa Bupati nonaktif PPU Abdul Gafur Mas'ud saat operasi tangkap tangan (
OTT).
"Mendalami soal asal-usul uang yang turut diamankan oleh tim KPK saat dilakukan tangkap tangan," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 1 Februari 2022.
Keempat orang saksi itu, yakni Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Atap (DPMPTSP) Kabupaten PPU, Fernando; Kabag Perekonomian Sekretariat Daerah PPU, Durajat; Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR PPU, Ricci Firmansyah; dan Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR PPU, Petriandy Ponganton Pasulu.
Baca:
Eks Wali Kota Tanjungbalai Segera Diadili dalam Kasus Jual Beli Jabatan
Mereka juga diminta menjelaskan asal-usul uang yang diterima Gafur dalam kasus ini. Keterangan mereka sudah dicatat dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
"Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan aliran sejumlah uang yang diterima oleh tersangka AGM (Gafur)," ujar Ali.
KPK menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan
suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Penajam Paser Utara. Mereka, yakni pemberi suap sekaligus pihak swasta Ahmad Zuhdi dan penerima suap sekaligus Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur, Plt Sekda Penajam Paser Utara Mulyadi, Kepala Dinas PUTR Penajam Paser Utara Edi Hasmoro, Kepala Bidang Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Jusman, dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afidah Balqis.
Zuhdi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999.
Abdul, Mulyadi, Edi, Jusman, dan Nur selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)