Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeklaim penghitungan kerugian negara pada kasus mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Persero, Richard Joost (RJ) Lino, sebuah terobosan. Lembaga Antikorupsi menggunakan penghitungan internal.
"Tentu akan menjadi terobosan baru bagi KPK dan pemberantasan korupsi ke depan dalam menangani perkara korupsi," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri kepada Medcom.id, Jumat, 17 Desember 2021.
Pada perkara RJ Lino, KPK melakukan penghitungan kerugian negara melalui accounting forensic pada Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK. Biasanya, Lembaga Antikorupsi melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam penghitungan kerugian negara.
Ali mengatakan proses hukum RJ Lino masih berjalan. Sehingga, KPK enggan buru-buru menarik kesimpulan dasar penghitungan internal diakui hukum.
"Namun, sejauh ini perkara dengan terdakwa RJ Lino tersebut masih berproses. Sehingga, kami tentu akan menunggu sampai perkara tersebut inkrah," ujar Ali.
RJ Lino divonis empat tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Dia terbukti bersalah melakukan korupsi pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) twin lift berkapasitas 61 ton pada PT Pelindo II.
RJ Lino terbukti menguntungkan korporasi serta menyalahgunakan kewenangannya yang mengakibatkan kerugian negara USD1,997 juta. Korporasi yang diuntungkan sekaligus perusahaan yang menggarap QCC adalah Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd. (HDHM) asal Tiongkok.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rosmina, menyatakan dissenting opinion terhadap putusan Lino. Rosmina menilai KPK tak cermat menghitung kerugian negara pada perkara tersebut.
Namun, dua hakim lainnya menilai ada kerugian negara dalam kasus itu. Sehingga, pendapat Rosmina kalah dari dua hakim lainnya.
Baca: Hakim Peradilan RJ Lino: KPK Tak Cermat Hitung Kerugian Negara
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) mengeklaim penghitungan kerugian negara pada kasus mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelabuhan Indonesia
(Pelindo) II Persero, Richard Joost
(RJ) Lino, sebuah terobosan. Lembaga Antikorupsi menggunakan penghitungan internal.
"Tentu akan menjadi terobosan baru bagi KPK dan pemberantasan korupsi ke depan dalam menangani perkara korupsi," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri kepada
Medcom.id, Jumat, 17 Desember 2021.
Pada perkara RJ Lino, KPK melakukan penghitungan kerugian negara melalui
accounting forensic pada Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK. Biasanya, Lembaga Antikorupsi melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam penghitungan kerugian negara.
Ali mengatakan proses hukum RJ Lino masih berjalan. Sehingga, KPK enggan buru-buru menarik kesimpulan dasar penghitungan internal diakui hukum.
"Namun, sejauh ini perkara dengan terdakwa RJ Lino tersebut masih berproses. Sehingga, kami tentu akan menunggu sampai perkara tersebut inkrah," ujar Ali.
RJ Lino divonis empat tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Dia terbukti bersalah melakukan korupsi pengadaan tiga unit quay container crane (QCC)
twin lift berkapasitas 61 ton pada PT Pelindo II.
RJ Lino terbukti menguntungkan korporasi serta menyalahgunakan kewenangannya yang mengakibatkan kerugian negara USD1,997 juta. Korporasi yang diuntungkan sekaligus perusahaan yang menggarap QCC adalah Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd. (HDHM) asal Tiongkok.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rosmina, menyatakan dissenting opinion terhadap putusan Lino. Rosmina menilai KPK tak cermat menghitung kerugian negara pada perkara tersebut.
Namun, dua hakim lainnya menilai ada kerugian negara dalam kasus itu. Sehingga, pendapat Rosmina kalah dari dua hakim lainnya.
Baca:
Hakim Peradilan RJ Lino: KPK Tak Cermat Hitung Kerugian Negara
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)