Jakarta: Aksi terorisme marak terjadi belakangan di Indonesia. Kelompok ideologi radikal itu kerap menggunakan teks agama dalam memengaruhi masyarakat dan menjalankan aksi jihad.
"Maka itu, strategi komunikasi perlu dirancang untuk menyelamatkan mereka dari provokasi, propaganda, ideologi radikal, terorisme," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar dalam webinar, Sabtu, 8 Mei 2021.
Menurut dia, strategi komunikasi itu bukan hanya perlu dilakukan negara. Semua pemangku kepentingan di Tanah Air perlu bergerak agar warga Indonesia bisa hidup damai dalam perbedaan.
Baca: Buronan Teroris di Sukabumi Racik Bom di Rumah Husein Hasni
"Bangsa kita ini bineka, berbeda tapi tetap satu. Tentunya kita sudah bertekad perbedaan itu harus tidak menjadi sebuah masalah yang mendatangkan keburukan, tapi mendatangkan kebaikan untuk kita semua," ujar Boy.
Boy mengatakan strategi komunikasi perlu dibentuk untuk menghadapi anak bangsa yang beragam dari paparan radikalisme dan intoleransi. Dia menegaskan ideologi berbahaya itu dapat merugikan diri sendiri, keluarga, negara, dan agama.
Jenderal berbintang tiga memerinci beberapa strategi komunikaai yang bisa dilakukan untuk mengalahkan terorisme yang banyak beredar di media sosial. Pertama, memberikan pesan atau kontra narasi terus-menerus.
"Kita memang harus menguasai new media (media baru) dengan saksama. Mereka (teroris) yang menang atau kita yang kalah. Jadi ini kita berpacu dalam melodi. Kalau kita kendur akhirnya mereka yang semakin dominan," ungkap Boy.
Strategi lainnya, yakni melalui teknis penyekatan kelompok. Boy menyebut strategi itu dilakukan agar kelompok terorisme itu tidak bisa memengaruhi masyarakat.
Selain itu, ada teknik persuasif. Boy mengatakan BNPT menitikberatkan teknik ini dalam pencegahan dini terhadap kelompok rentan melalui berbagai sosialisasi dan kampanye.
Teknik edukatif juga dipakai. Teknik ini menjadi salah satu upaya penting mengubah pola pikir seseorang dan mendidiknya untuk kritis dalam memilah baik buruk dalam kehidupan.
Teknik terakhir ialah komunikasi koersif. Boy mengatakan teknik itu dilakukan Polri dengan meluncurkan program virtual police. Polisi berpatroli di dunia maya menjaring konten-konten berbahaya.
"Ketika diketahui ada konten yang kondisinya membahayakan, maka ditegakkan hukum terhadap mereka karena kita telah memiliki peran hukum pada Undang-Undang ITE Nomor 19 Tahun 2016," kata Boy.
Jakarta: Aksi
terorisme marak terjadi belakangan di Indonesia. Kelompok ideologi radikal itu kerap menggunakan teks agama dalam memengaruhi masyarakat dan menjalankan aksi jihad.
"Maka itu, strategi komunikasi perlu dirancang untuk menyelamatkan mereka dari provokasi, propaganda, ideologi radikal, terorisme," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar dalam webinar, Sabtu, 8 Mei 2021.
Menurut dia, strategi komunikasi itu bukan hanya perlu dilakukan negara. Semua pemangku kepentingan di Tanah Air perlu bergerak agar warga Indonesia bisa hidup damai dalam perbedaan.
Baca:
Buronan Teroris di Sukabumi Racik Bom di Rumah Husein Hasni
"Bangsa kita ini bineka, berbeda tapi tetap satu. Tentunya kita sudah bertekad perbedaan itu harus tidak menjadi sebuah masalah yang mendatangkan keburukan, tapi mendatangkan kebaikan untuk kita semua," ujar Boy.
Boy mengatakan strategi komunikasi perlu dibentuk untuk menghadapi anak bangsa yang beragam dari paparan radikalisme dan intoleransi. Dia menegaskan ideologi berbahaya itu dapat merugikan diri sendiri, keluarga, negara, dan agama.
Jenderal berbintang tiga memerinci beberapa strategi komunikaai yang bisa dilakukan untuk mengalahkan terorisme yang banyak beredar di media sosial. Pertama, memberikan pesan atau kontra narasi terus-menerus.
"Kita memang harus menguasai new media (media baru) dengan saksama. Mereka (teroris) yang menang atau kita yang kalah. Jadi ini kita berpacu dalam melodi. Kalau kita kendur akhirnya mereka yang semakin dominan," ungkap Boy.
Strategi lainnya, yakni melalui teknis penyekatan kelompok. Boy menyebut strategi itu dilakukan agar kelompok terorisme itu tidak bisa memengaruhi masyarakat.
Selain itu, ada teknik persuasif. Boy mengatakan BNPT menitikberatkan teknik ini dalam pencegahan dini terhadap kelompok rentan melalui berbagai sosialisasi dan kampanye.
Teknik edukatif juga dipakai. Teknik ini menjadi salah satu upaya penting mengubah pola pikir seseorang dan mendidiknya untuk kritis dalam memilah baik buruk dalam kehidupan.
Teknik terakhir ialah komunikasi koersif. Boy mengatakan teknik itu dilakukan Polri dengan meluncurkan program virtual police. Polisi berpatroli di dunia maya menjaring konten-konten berbahaya.
"Ketika diketahui ada konten yang kondisinya membahayakan, maka ditegakkan hukum terhadap mereka karena kita telah memiliki peran hukum pada Undang-Undang ITE Nomor 19 Tahun 2016," kata Boy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)