Yenti Ganarsih (tengah). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/ama.
Yenti Ganarsih (tengah). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/ama.

Penyitaan Aset Kasus TPPU Diminta Lebih Hati-hati

Antara • 31 Januari 2021 09:19
Jakarta: Lembaga hukum diminta lebih hati-hati terhadap langkah penyitaan aset terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Penyitaan tidak boleh salah sasaran terlebih pada kasus yang menyeret lembaga pengelola dana publik atau institusi keuangan, seperti asuransi dan pasar modal.
 
"Jangan sampai penyitaan aset ini merugikan pihak ketiga yang beriktikad baik, dalam hal ini para nasabah pemegang polis dan investor yang memiliki rekening efek atau saham di pasar modal yang tidak terkait dengan perkara yang asetnya ikut dirampas," kata Pakar hukum TPPU, Yenti Ganarsih, seperti dilansir Antara, Sabtu, 30 Januari 2021.
 
Baca: Kejagung: Aset Terdakwa Kasus Jiwasraya Dikembalikan ke Negara

Dia menjelaskan penyitaan yang salah sasaran berbahaya karena menyangkut kepercayaan publik, khususnya investor terhadap pasar modal, yang pada akhirnya bisa mengganggu upaya pemerintah melaksanakan program pemulihan ekonomi.
 
Menurutnya salah sasaran penyitaan aset yang berkaitan dengan TPPU berpotensi menimbulkan double punishment oleh Negara dalam satu perkara korupsi. Dalam perkara TPPU, penyidik memberlakukan Pasal 18 UU Tipikor sebagai persiapan uang pengganti.
 
Yenti mengatakan hal ini terlihat pada jumlah aset yang disita dalam kasus Jiwasraya sebesar Rp18 triliun yang ternyata melebihi kerugian negara berdasarkan audit BPK sebesar Rp16,8 triliun.
 
"Penanganan tidak hanya menyangkut upaya pemberantasan korupsi, tetapi juga perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang beriktikad baik yang ikut terkena dampak," jelasnya.
 
Sementara pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, mengatakan ada pemahaman yang salah dari aparat penegak hukum dalam penyitaan aset pihak ketiga dalam penanganan perkara pidana korupsi.
 
Menurutnya hal ini tidak hanya terjadi dalam kasus Jiwasraya, tetapi juga pernah terjadi dalam kasus penggelapan di First Travel beberapa tahun lalu. Dalam kasus tersebut, penyidik merampas aset yang notabene berasal dari dana milik korban penipuan untuk diserahkan ke Negara.
 
Kondisi ini disebut menimbulkan masalah baru maraknya keberatan sita dari pihak ketiga yang merasa dirugikan. Saat ini, lanjut Chairul, setidaknya ada 83 keberatan sita dari pihak ketiga sebab penyitaan aset Jiwasraya.
 
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 19 UU Tipikor memberikan ruang bagi pihak ketiga yang merasa dirugikan untuk mengajukan keberatan.
 
"Masalahnya, hal ini berpotensi menimbulkan problem eksekusi di mana ada putusan pengadilan yang merampas aset pihak ketiga, di satu sisi putusan yang mengabulkan gugatan keberatan, seperti apa mekanisme putusannya, karena sampai saat ini tidak hukum acara yang mengatur mengenai gugatan keberatan tersebut," ujar Chairul.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan