Jakarta: Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito, divonis dua tahun penjara serta denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan. Dia terbukti menyuap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar Ketua Majelis Hakim Albertus Usada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 21 April 2021
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Suharjito dituntut dihukum tiga tahun penjara denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Baca: Saksi Sebut Edhy Prabowo Tak Puas dengan Jatah Kuota Awal Ekspor Benur
Majelis mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan hukuman. Hal yang memberatkan, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Hal yang meringankan, Suharjito belum belum pernah dipidana, menjadi tulang punggung keluarga, kooperatif dalam peradilan, dan berterus terang. Terdakwa juga menjadi gantungan hidup 1.250 karyawan PT DPPP, setiap tahun memberikan kesempatan 10 karyawan/karyawati umat Islam beribadah umrah dan yang nonmuslim berziarah ke tanah suci sesuai kepercayaan masing-masing.
"Terdakwa juga berjasa membangun dua masjid, rutin memberikan santunan kepada yatim piatu, dan duafa di Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi," ujar Albertus.
Suharjito terbukti mengguyur Edhy dengan fulus Rp2,1 miliar. Uang tersebut diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda, yakni US$103 ribu dan Rp706.055.440.
Fulus itu diberikan melalui sejumlah perantara, yakni Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri serta Andreau Pribadi Misanta. Selain itu, fulus diserahkan via sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi; dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sekaligus pendiri PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.
Uang itu diserahkan agar Kementerian Kelautan dan Perikanan mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat ekspor benih lobster. Perbuatan itu bertentangan dengan kapasitas Edhy sebagai penyelenggara negara.
Suharjito terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Terdakwa menerima putusan itu, sedangkan jaksa masih pikir-pikir. Majelis hakim menyatakan putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap.
Jakarta: Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito, divonis dua tahun penjara serta denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan. Dia terbukti
menyuap eks Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar Ketua Majelis Hakim Albertus Usada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 21 April 2021
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Suharjito dituntut dihukum tiga tahun penjara denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Baca:
Saksi Sebut Edhy Prabowo Tak Puas dengan Jatah Kuota Awal Ekspor Benur
Majelis mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan hukuman. Hal yang memberatkan, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Hal yang meringankan, Suharjito belum belum pernah dipidana, menjadi tulang punggung keluarga, kooperatif dalam peradilan, dan berterus terang. Terdakwa juga menjadi gantungan hidup 1.250 karyawan PT DPPP, setiap tahun memberikan kesempatan 10 karyawan/karyawati umat Islam beribadah umrah dan yang nonmuslim berziarah ke tanah suci sesuai kepercayaan masing-masing.
"Terdakwa juga berjasa membangun dua masjid, rutin memberikan santunan kepada yatim piatu, dan duafa di Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi," ujar Albertus.
Suharjito terbukti mengguyur Edhy dengan fulus Rp2,1 miliar. Uang tersebut diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda, yakni US$103 ribu dan Rp706.055.440.
Fulus itu diberikan melalui sejumlah perantara, yakni Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri serta Andreau Pribadi Misanta. Selain itu, fulus diserahkan via sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi; dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sekaligus pendiri PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.
Uang itu diserahkan agar Kementerian Kelautan dan Perikanan mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat ekspor benih lobster. Perbuatan itu bertentangan dengan kapasitas Edhy sebagai penyelenggara negara.
Suharjito terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Terdakwa menerima putusan itu, sedangkan jaksa masih pikir-pikir. Majelis hakim menyatakan putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)