Pengakuan Agus Rahardjo yang Diintervensi Jokowi Soal Kasus E-KTP Diyakini Benar
Siti Yona Hukmana • 02 Desember 2023 23:17
Jakarta: Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Jazilul Fawaid memberikan pandangan terkait cerita mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang mendapat intervensi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menangani kasus korupsi pengadaan KTP Elektronik (E-KTP). Jazilul meyakini pengakuan Agus benar.
"Saya yakin pernyataan Pak Agus itu benar. Memang pada akhirnya kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Upaya membungkus intervensi hukum akhirnya terbuka juga," kata Jazilul kepada Medcom.id, Sabtu, 2 Desember 2023.
Menurut hemat Anggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, pernyataan Agus hanya satu contoh dari intervensi hukum yang dilakukan Presiden Jokowi. Namun gagal.
"Tapi bagaimana dengan Putusan MK?? Hemat saya itu pelanggaran etik, yang mungkin saja terjadi juga pada lembaga KPK hari ini atau lembaga negara lainnya. Namun biarkanlah publik yang menilai," ujar Gus Jazilul, sapaan akrabnya.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu terkait pengabulan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Almas. MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun, kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah di tingkat provinsi, yakni gubernur atau wakil gubernur.
Hal ini memuluskan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menyalonkan diri sebagai cawapres. Keputusan Ketua MK Anwar Usman ini digugat sejumlah advokat. Anwar Usman dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dan perilaku hakim konstitusi dalam penanganan perkara 90 soal pengujian syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Anwar dicopot dari jabatan Ketua MK.
Anwar dinilai terlibat benturan kepentingan dalam memutus perkara 90 itu. Sebab, Anwar merupakan adik ipar Presiden Jokowi setelah menikahi Idayati pada Mei 2022. Dengan demikian, ia juga menjadi paman dari Gibran.
Diminta Jokowi hentikan kasus e-KTP
Sebelumnya, viral di media sosial pengakuan pimpinan KPK Periode 2015-2019 Agus Rahardjo terkait dirinya pernah dipanggil dan dimarahi oleh Presiden Jokowi. Dalam potongan wawancara tersebut, Agus mengatakan hal ini untuk pertama kali ia ungkap ke publik.
"Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak," kata Agus.
Menurut Agus, kala itu ia dipanggil Jokowi karena sang presiden memintanya untuk menghentikan kasus e-KTP yang menyeret nama Setya Novanto, Ketua DPR kala itu.
"Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara). Presiden sudah marah, baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’," cerita Agus.
"Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov," sambungnya.
Namun, Agus tidak menjalankan perintah tersebut. Sebab, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e-KTP dengan dengan tersangka Setnov sudah terbit tiga minggu sebelum ia dipanggil. Lalu alasan lainnya adalah saat itu masih independen dan tidak ada mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
"Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu," ungkap Agus.
Jakarta: Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Jazilul Fawaid memberikan pandangan terkait cerita mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang mendapat intervensi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menangani kasus korupsi pengadaan KTP Elektronik (E-KTP). Jazilul meyakini pengakuan Agus benar.
"Saya yakin pernyataan Pak Agus itu benar. Memang pada akhirnya kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Upaya membungkus intervensi hukum akhirnya terbuka juga," kata Jazilul kepada Medcom.id, Sabtu, 2 Desember 2023.
Menurut hemat Anggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, pernyataan Agus hanya satu contoh dari intervensi hukum yang dilakukan Presiden Jokowi. Namun gagal.
"Tapi bagaimana dengan Putusan MK?? Hemat saya itu pelanggaran etik, yang mungkin saja terjadi juga pada lembaga KPK hari ini atau lembaga negara lainnya. Namun biarkanlah publik yang menilai," ujar Gus Jazilul, sapaan akrabnya.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu terkait pengabulan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Almas. MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun, kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah di tingkat provinsi, yakni gubernur atau wakil gubernur.
Hal ini memuluskan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menyalonkan diri sebagai cawapres. Keputusan Ketua MK Anwar Usman ini digugat sejumlah advokat. Anwar Usman dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dan perilaku hakim konstitusi dalam penanganan perkara 90 soal pengujian syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Anwar dicopot dari jabatan Ketua MK.
Anwar dinilai terlibat benturan kepentingan dalam memutus perkara 90 itu. Sebab, Anwar merupakan adik ipar Presiden Jokowi setelah menikahi Idayati pada Mei 2022. Dengan demikian, ia juga menjadi paman dari Gibran.
Diminta Jokowi hentikan kasus e-KTP
Sebelumnya, viral di media sosial pengakuan pimpinan KPK Periode 2015-2019 Agus Rahardjo terkait dirinya pernah dipanggil dan dimarahi oleh Presiden Jokowi. Dalam potongan wawancara tersebut, Agus mengatakan hal ini untuk pertama kali ia ungkap ke publik.
"Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak," kata Agus.
Menurut Agus, kala itu ia dipanggil Jokowi karena sang presiden memintanya untuk menghentikan kasus e-KTP yang menyeret nama Setya Novanto, Ketua DPR kala itu.
"Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara). Presiden sudah marah, baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’," cerita Agus.
"Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov," sambungnya.
Namun, Agus tidak menjalankan perintah tersebut. Sebab, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e-KTP dengan dengan tersangka Setnov sudah terbit tiga minggu sebelum ia dipanggil. Lalu alasan lainnya adalah saat itu masih independen dan tidak ada mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
"Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu," ungkap Agus. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)