Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai membutuhkan hakim yang bebas kepentingan politik. Sehingga, perkara yang diputuskan MK berpihak pada konstitusi, tak tendensius, dan tak menguntungkan kelompok tertentu.
"Untuk itu perlu adanya hakim MK yang tidak ada representasi politik dan hubungan kekeluargaan dengan kekuatan politik di Indonesia," ujar Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, dalam keterangan tertulis, Kamis, 9 November 2023.
Pernyataan Julius mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis dan Pusat Studi Hukum dan HAM FH Universitas Airlangga menyikapi polemik putusan Perkara Nomor 90 di MK. Menurut dia, keputusan itu mengarah ke ranah politik ketimbang norma hukum, diperparah dengan relasi di MK.
"Benturan kepentingan personal masih akan terus terjadi selama masih ada hubungan kekeluargaan di MK," ujar Julius.
Direktur LBH Surabaya, Abdul Wachid Habibullah, mengatakan kondisi hakim MK bebas kepentingan politik sangat diperlukan. Sehingga, hakim dapat bertugas tanpa ada konflik of interest.
"MK telah menafsirkan secara liar permohonan para pemohon terhadap suatu norma undang-undang. MK bertugas menguji norma dan bukan pengujian kasus konkret," ujar Abdul.
Di sisi lain, dia mendesak Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi lebih berani mengambil keputusan. Khususnya, melakukan koreksi terhadap putusan Perkara Nomor 90 terkait syarat cawapres.
"Padahal dalam pasal 17 UU Nomor 48 Tahun 2009 yang isinya putusan bisa tidak sah jika hakim memiliki konflik kepentingan. Seharusnya MKMK bisa mengambil trobosan hukum lewat UU Nomor 48 Tahun 2009," ujar Abdul.
Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai membutuhkan hakim yang bebas kepentingan politik. Sehingga, perkara yang diputuskan
MK berpihak pada konstitusi, tak tendensius, dan tak menguntungkan kelompok tertentu.
"Untuk itu perlu adanya
hakim MK yang tidak ada representasi politik dan hubungan kekeluargaan dengan kekuatan politik di Indonesia," ujar Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, dalam keterangan tertulis, Kamis, 9 November 2023.
Pernyataan Julius mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis dan Pusat Studi Hukum dan HAM FH Universitas Airlangga menyikapi polemik putusan Perkara Nomor 90 di MK. Menurut dia, keputusan itu mengarah ke ranah politik ketimbang norma hukum, diperparah dengan relasi di MK.
"Benturan kepentingan personal masih akan terus terjadi selama masih ada hubungan kekeluargaan di MK," ujar Julius.
Direktur LBH Surabaya, Abdul Wachid Habibullah, mengatakan kondisi hakim MK bebas kepentingan politik sangat diperlukan. Sehingga, hakim dapat bertugas tanpa ada konflik of interest.
"MK telah menafsirkan secara liar permohonan para pemohon terhadap suatu norma undang-undang. MK bertugas menguji norma dan bukan pengujian kasus konkret," ujar Abdul.
Di sisi lain, dia mendesak Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi lebih berani mengambil keputusan. Khususnya, melakukan koreksi terhadap putusan Perkara Nomor 90 terkait syarat cawapres.
"Padahal dalam pasal 17 UU Nomor 48 Tahun 2009 yang isinya putusan bisa tidak sah jika hakim memiliki konflik kepentingan. Seharusnya MKMK bisa mengambil trobosan hukum lewat UU Nomor 48 Tahun 2009," ujar Abdul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)