medcom.id, Jakarta: Seleksi calon hakim (cakim) 2017 di lingkungan Mahkamah Agung (MA) seharusnya melibatkan banyak pihak. Mengingat seleksi dilakukan untuk mencari pejabat negara. bukan pegawai negeri sipil.
"MA bisa membentuk pansel yang meniru pansel untuk mencari pejabat negara lain, jadi pansel ini harus terdiri dari banyak pihak yang memiliki integritas," ujar Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Oce Madril ketika dihubungi di Jakarta, Selasa 7 November 2017.
Oce menjelaskan, pihak yang dilibatkan bisa berasal dari Ombudsman, dari Komisi Yudisial, dari hakim itu sendiri, kalangan perguruan tinggi dan dari pemerintah. "Yang tentunya merepresentasikan berbagai pihak yang berkepentingan," jelas Oce.
Baca: MA Dianggap Perlu Ambil Tindakan Tegas terkait Isu Suap Cakim
Kendati demikian, Oce menegaskan tidak hanya komposisi pansel saja yang memegang peranan penting, namun yang terpenting dalam seleksi calon hakim adalah bagaimana panitia seleksi melakukan seleksi.
"Kalau ada proses komputerisasi atau CAT untuk seleksi kemampuan dasar (SKD) dan seleksi kemapuan bidang (SKB) itu hanya dasarnya saja, ini harus lebih daripada itu," ujar Oce.
Menurutnya, dalam seleksi calon hakim sangat diperlukan penelusuran integritas, penelusuran kapabilitas dan penelusuran perilaku calon hakim di lingkungannya.
"Karena begitu dia diangkat sebagai hakim dia akan langsung memegang palu dan menyidangkan perkara," kata Oce.
Lebih lanjut Oce mengatakan, menjadi hakim dibutuhkan standar yang lebih tinggi dibandingkan dengan profesi lainnya.
"Kita sebagai salah satu negara hukum yang besar harus menunjukkan bahwa kita serius dalam mencari hakim. Hakim harus lebih daripada PNS," terang Oce.
medcom.id, Jakarta: Seleksi calon hakim (cakim) 2017 di lingkungan Mahkamah Agung (MA) seharusnya melibatkan banyak pihak. Mengingat seleksi dilakukan untuk mencari pejabat negara. bukan pegawai negeri sipil.
"MA bisa membentuk pansel yang meniru pansel untuk mencari pejabat negara lain, jadi pansel ini harus terdiri dari banyak pihak yang memiliki integritas," ujar Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Oce Madril ketika dihubungi di Jakarta, Selasa 7 November 2017.
Oce menjelaskan, pihak yang dilibatkan bisa berasal dari Ombudsman, dari Komisi Yudisial, dari hakim itu sendiri, kalangan perguruan tinggi dan dari pemerintah. "Yang tentunya merepresentasikan berbagai pihak yang berkepentingan," jelas Oce.
Baca: MA Dianggap Perlu Ambil Tindakan Tegas terkait Isu Suap Cakim
Kendati demikian, Oce menegaskan tidak hanya komposisi pansel saja yang memegang peranan penting, namun yang terpenting dalam seleksi calon hakim adalah bagaimana panitia seleksi melakukan seleksi.
"Kalau ada proses komputerisasi atau CAT untuk seleksi kemampuan dasar (SKD) dan seleksi kemapuan bidang (SKB) itu hanya dasarnya saja, ini harus lebih daripada itu," ujar Oce.
Menurutnya, dalam seleksi calon hakim sangat diperlukan penelusuran integritas, penelusuran kapabilitas dan penelusuran perilaku calon hakim di lingkungannya.
"Karena begitu dia diangkat sebagai hakim dia akan langsung memegang palu dan menyidangkan perkara," kata Oce.
Lebih lanjut Oce mengatakan, menjadi hakim dibutuhkan standar yang lebih tinggi dibandingkan dengan profesi lainnya.
"Kita sebagai salah satu negara hukum yang besar harus menunjukkan bahwa kita serius dalam mencari hakim. Hakim harus lebih daripada PNS," terang Oce.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(YDH)