Syafruddin Arsyad Temenggung/Medcom.id/Juven
Syafruddin Arsyad Temenggung/Medcom.id/Juven

Jaksa Tegaskan Kasus BLBI Belum Kedaluwarsa

Damar Iradat • 28 Mei 2018 15:13
Jakarta: Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai tim kuasa hukum Syafruddin Arsyad Temenggung keliru memahami surat dakwaan. Anggapan tim kuasa hukum kasus penerbitan surat keterangan lunas (SKL) bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kedaluwarsa dinilai tak tepat.
 
Jaksa Haerudin menjelaskan pihaknya masih berwenang menuntut mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu. "Terhadap materi keberatan tersebut, kami menyatakan tidak sependapat," tegas Haerudin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 28 Mei 2018.
 
Baca: Eksepsi Syafruddin Temenggung Mengulang Materi Praperadilan

Tim kuasa hukum Syafruddin dalam eksepsinya menyatakan SKL yang dikeluarkan Syafruddin merupakan kelanjutan evaluasi kepatuhan terhadap perjanjian Master Settlement And Acqisition Agreement (MSAA) yang dinyatakan final closing pada 25 Mei 1999. Apabila ada dugaan tindak pidana sebagaimana yang dituduhkan kepada Syafruddin, perbuatan itu sedianya dimulai pada 25 Mei 1999. Kasus tersebut seharusnya sudah kedaluwarsa karena melebihi waktu 18 tahun yang jatuh pada 25 Mei 2017.
 
Jaksa mengatakan KPK masih berwenang menuntut Syafruddin lantaran dalam surat dakwaan perbuatan dilakukan Syafruddin pada 21 Oktober 2003, 29 Oktober 2003, 13 Februari 2004, dan 26 April 2004. Bukan tahun 1997 sebagaimana yang diungkap tim penasihat hukum.
 
Menurut Haerudin, dalam rentang waktu tersebut, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah berlaku.
 

 
Syafruddin juga didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu menyatakan ancaman pidana paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun penjara, atau pidana mati dalam hal tertentu.
 
Sesuai Pasal 78 ayat 1 dan Pasal 79 KUHP, terang jaksa, kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, memiliki masa kedaluarsa 18 tahun sejak tindak pidana terjadi.
 
"Dengan demikian, perkara yang dihadapi terdakwa Syafruddin baru bisa dikatakan kedaluwarsa setelah 22 Oktober 2021," tutur dia.
 
Syafruddin Arsyad Temenggung didakwa merugikan negara hingga Rp4,58 triliun terkait kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI. Ia diduga melakukan penghapusan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) kepada petani tambak yang dijamin  PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira.
 
Syafruddin juga dinilai menyalahgunakan kewenangannya sebagai Kepala BPPN. Saat itu, Syafruddin menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham kepada Sjamsul.
 
Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan