Konferensi pers KontraS. Foto: Medcom.id/Zaenal Arifin
Konferensi pers KontraS. Foto: Medcom.id/Zaenal Arifin

Penyelesaian Kasus HAM Dinilai Tak Cukup Lewat KKR

Zaenal Arifin • 27 Januari 2020 22:21
Jakarta: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tak cukup dengan membentuk kembali Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Pemerintah harus menempuh jalur hukum sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
 
"Seharusnya rekonsiliasi dan penyelesaian jalur hukum harus dilaksanakan (bersamaan), dan itu tidak dilakukan pemerintah dan mengambil jalan pintas dengan membentuk KKR," ujar Kepala Divisi Advokasi Internasional KontraS Fatia Maulidiyanti di Kantor KontraS, Jakarta, Senin, 27 Januari 2020.
 
Menurut dia, belum ada kasus pelanggaran HAM masa lalu yang dibawa ke persidangan. Pasalnya, Kejaksaan Agung selalu menolak berkas yang diajukan Komnas HAM dengan alasan kurang cukup bukti.

"Alasan yang sering kali disajikan pemerintah memang Komnas HAM tidak menyediakan cukup bukti, sehingga penyidikan tidak bisa dilakukan," ujar dia.
 
Menurut Fatia, Kejaksaan Agung dan Komnas HAM seharusnya bisa bekerja sama untuk memenuhi bukti-bukti atau berkas yang dirasa kurang. Pemerintah tak boleh tinggal diam lantaran sudah mengetahui ada banyak korban yang meninggal akibat kekerasan di masa lalu.
 
"Seharusnya negara sebagai pemangku tanggung jawab yang langsung turun kepada korban dan juga melakukan penyelidikan ataupun penyidikan. Tapi hingga saat ini langkah tersebut tidak juga dilakukan, tapi malah membentuk wacana-wacana baru seperti pembentukan KKR," ujar dia.
 
Dia menilai pembentukan KKR menunjukkan pemerintah memiliki definisi sendiri dalam menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. Langkah tersebut pun tidak sesuai aturan HAM internasional.
 
"Penyelesaian dari kasus pelanggaran HAM berat masa lalu itu bukan semakin dekat dan sebenarnya mengingkari dari janji Jokowi (Presiden Joko Widodo) ketika bertemu dengan para korban di Istana sebelum ia maju ke periode kedua, tetapi itu juga menyangkal UU itu (UU Nomor 26 Tahun 2000) harus ada penyelesaian dari proses hukum maupun proses rekonsiliasi," pungkas dia.
 
Pemerintah berencana membentuk kembali KKR untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. UU KKR pernah dibentuk dan diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2004. Namun, UU tersebut dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2006. MK menilai UU KKR tak sejalan dengan UUD 1945 yang menjunjung tinggi prinsip hukum humaniter dan hukum HAM.
 
Berdasarkan laman dpr.go.id, rancangan UU KKR sempat masuk prolegnas pada 2 Februari 2015. Bahkan, telah memasuki tahapan menunggu pengambilan keputusan menjadi UU oleh rapat paripurna.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan