Jakarta: Panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan kasus yang masih belum ditindaklanjuti di Lembaga Antirasuah. Pertanyaan diajukan ke capim petahana KPK, Alexander Marwata.
Awalnya, anggota panitia seleksi capim KPK Marcus Priyo Gunardi menanyakan perihal 18 kasus dugaan tindak pidana korupsi yang cukup lama belum ada kelanjutannya. Salah satunya kasus pengadaan Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II yang menjerat Richard Joost Lino.
"Misal RJ Lino yang selalu jadi pertanyaan, kita sudah berusaha maksimal, ini menyangkut perhitungan kerugian negara kita tidak dapat data dari pemerintah Tiongkok," kata Alex saat mengikuti tes wawancara dan uji publik capim KPK di Gedung Sekretariat Negara (Setneg), Jakarta Pusat, Selasa, 27 Agustus 2019.
Alex menjelaskan, pimpinan KPK lainnya, Agus Rahardjo dan Laode Muhammad Syarif sudah ke Tiongkok untuk mencari bukti data kasus yang menjerat RJ Lino. Namun otoritas di sana menolak memberikan data.
Baca juga: Integritas Pansel Capim KPK Dipertanyakan
"Kita sudah konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mendatangkan ahli dari ITB. Sampai saat ini itu belum ada kesepakatan (kelanjutan kasus). Tapi apakah KPK menghentikan? Kita tidak punya kewenangan untuk menghentikan perkara, tapi rasa-rasanya kita akan limpahkan karena kita sudah menetapkan sebagai tersangka," tegas Alex.
Ketua Pansel Capim KPK, Yenti Garnasih kemudian menanyakan komitmen KPK untuk menentukan kepastian hukum RJ Lino. Alex menegaskan kasus tersebut dipastikan tak akan jadi beban untuk pimpinan KPK berikutnya.
"Kita sudah memerintahkan sebelum pimpinan jilid VI ini berakhir kasus itu sudah dilimpahkan. Kita juga sudah janji di Komisi III DPR, tetapi teman-teman di jaksa dan penyidik ada keterbatasan alat bukti," ujar Alex.
RJ Lino diduga menyalahgunakan wewenangnya saat menjadi Dirut Pelindo II untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan atau korporasi dengan memerintahkan penunjukkan langsung perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huangdong Heavy Machinery sebagai pelaksana proyek pengadaan tiga unit QCC.
RJ Lino disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jakarta: Panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan kasus yang masih belum ditindaklanjuti di Lembaga Antirasuah. Pertanyaan diajukan ke capim petahana KPK, Alexander Marwata.
Awalnya, anggota panitia seleksi capim KPK Marcus Priyo Gunardi menanyakan perihal 18 kasus dugaan tindak pidana korupsi yang cukup lama belum ada kelanjutannya. Salah satunya kasus pengadaan Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II yang menjerat Richard Joost Lino.
"Misal RJ Lino yang selalu jadi pertanyaan, kita sudah berusaha maksimal, ini menyangkut perhitungan kerugian negara kita tidak dapat data dari pemerintah Tiongkok," kata Alex saat mengikuti tes wawancara dan uji publik capim KPK di Gedung Sekretariat Negara (Setneg), Jakarta Pusat, Selasa, 27 Agustus 2019.
Alex menjelaskan, pimpinan KPK lainnya, Agus Rahardjo dan Laode Muhammad Syarif sudah ke Tiongkok untuk mencari bukti data kasus yang menjerat RJ Lino. Namun otoritas di sana menolak memberikan data.
Baca juga:
Integritas Pansel Capim KPK Dipertanyakan
"Kita sudah konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mendatangkan ahli dari ITB. Sampai saat ini itu belum ada kesepakatan (kelanjutan kasus). Tapi apakah KPK menghentikan? Kita tidak punya kewenangan untuk menghentikan perkara, tapi rasa-rasanya kita akan limpahkan karena kita sudah menetapkan sebagai tersangka," tegas Alex.
Ketua Pansel Capim KPK, Yenti Garnasih kemudian menanyakan komitmen KPK untuk menentukan kepastian hukum RJ Lino. Alex menegaskan kasus tersebut dipastikan tak akan jadi beban untuk pimpinan KPK berikutnya.
"Kita sudah memerintahkan sebelum pimpinan jilid VI ini berakhir kasus itu sudah dilimpahkan. Kita juga sudah janji di Komisi III DPR, tetapi teman-teman di jaksa dan penyidik ada keterbatasan alat bukti," ujar Alex.
RJ Lino diduga menyalahgunakan wewenangnya saat menjadi Dirut Pelindo II untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan atau korporasi dengan memerintahkan penunjukkan langsung perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huangdong Heavy Machinery sebagai pelaksana proyek pengadaan tiga unit QCC.
RJ Lino disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)