Jakarta: Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menghadirkan enam orang saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi dengan terdakwa Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf. Saksi berasal dari sejumlah perusahaan yang disebut dalam dakwaan Irwandi.
Ada pun enam saksi tersebut yakni,
1. Direktur Utama PT Tuah Sejati, Muhammad Taufik Reza;
2. Juru bayar PT Tuah Sejati Carbella Rizkan;
3. Staf PT Nindya Karya, Sabir Said;
4. Karyawan PT Nindya Karya, Bayu Ardhianto;
5. Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Ramadhani Ismy; dan
6. Mantan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang 2010-2011, Ruslan Abdul Gani.
"Kepada enam saksi silakan memasuki ruang sidang," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Saifuddin Zuhri, Senin, 25 Februari 2019.
Dalam sidang kali ini, jaksa berupaya menggali soal dugaan gratifikasi senilai Rp41,1 miliar yang diterima Irwandi selama menjadi orang nomor satu di tanah rencong. Gratifikasi itu diduga berasal dari dana biaya konstruksi dan operasional proyek pembangunan dermaga Bongkar di Pelabuhan Sabang, Aceh.
Baca: Jaksa Hadirkan Tujuh Saksi di Sidang Gubernur Aceh
Saat menjabat sebagai Gubernur Aceh periode 2007-2012, Irwandi bersama orang kepercayaannya yakni Izil Azhar didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp32.454.500.000. Uang itu diterima melalui Board of Management (BoM) Nindya Sejati Joint Operation (JO).
Uang puluhan miliaran itu diduga berasal dari Dana Biaya Konstruksi dan Operasional Proyek Pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Aceh yang dibiayai APBN.
Kemudian, pada periode kepemimpinan 2017-2022 Irwandi didakwa menerima hadiah gratifikasi total sebesar Rp8.717.505.494. Dia mulai menerima gratifikasi pada November 2017 sampai Mei 2018 melalui rekening atas nama pengusaha asal Aceh, Muklis, sebesar Rp4.420.525.494.
Kemudian, pada Oktober 2017 sampai akhir Januari 2018, melalui model Fenny Steffy Burase sebesar Rp568.080.000. April 2018 sampai Juni 2018, Irwandi didakwa menerima gratifikasi di kediaman Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Nizarli sebesar Rp.3.728.900.000.
Atas perbuatannya, Irwandi dijerat pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Untuk diketahui, Irwandi turut terjerat kasus suap sebesar Rp1.050.000.000 yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun Anggaran 2018. Suap itu dilakukan bersama-sama staf khusus Gubernur Aceh, Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri. Kasus ini juga menjerat Bupati Kabupaten Bener Meriah Ahmadi.
Jakarta: Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menghadirkan enam orang saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi dengan terdakwa Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf. Saksi berasal dari sejumlah perusahaan yang disebut dalam dakwaan Irwandi.
Ada pun enam saksi tersebut yakni,
1. Direktur Utama PT Tuah Sejati, Muhammad Taufik Reza;
2. Juru bayar PT Tuah Sejati Carbella Rizkan;
3. Staf PT Nindya Karya, Sabir Said;
4. Karyawan PT Nindya Karya, Bayu Ardhianto;
5. Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Ramadhani Ismy; dan
6. Mantan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang 2010-2011, Ruslan Abdul Gani.
"Kepada enam saksi silakan memasuki ruang sidang," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Saifuddin Zuhri, Senin, 25 Februari 2019.
Dalam sidang kali ini, jaksa berupaya menggali soal dugaan gratifikasi senilai Rp41,1 miliar yang diterima Irwandi selama menjadi orang nomor satu di tanah rencong. Gratifikasi itu diduga berasal dari dana biaya konstruksi dan operasional proyek pembangunan dermaga Bongkar di Pelabuhan Sabang, Aceh.
Baca: Jaksa Hadirkan Tujuh Saksi di Sidang Gubernur Aceh
Saat menjabat sebagai Gubernur Aceh periode 2007-2012, Irwandi bersama orang kepercayaannya yakni Izil Azhar didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp32.454.500.000. Uang itu diterima melalui Board of Management (BoM) Nindya Sejati Joint Operation (JO).
Uang puluhan miliaran itu diduga berasal dari Dana Biaya Konstruksi dan Operasional Proyek Pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Aceh yang dibiayai APBN.
Kemudian, pada periode kepemimpinan 2017-2022 Irwandi didakwa menerima hadiah gratifikasi total sebesar Rp8.717.505.494. Dia mulai menerima gratifikasi pada November 2017 sampai Mei 2018 melalui rekening atas nama pengusaha asal Aceh, Muklis, sebesar Rp4.420.525.494.
Kemudian, pada Oktober 2017 sampai akhir Januari 2018, melalui model Fenny Steffy Burase sebesar Rp568.080.000. April 2018 sampai Juni 2018, Irwandi didakwa menerima gratifikasi di kediaman Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Nizarli sebesar Rp.3.728.900.000.
Atas perbuatannya, Irwandi dijerat pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Untuk diketahui, Irwandi turut terjerat kasus suap sebesar Rp1.050.000.000 yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun Anggaran 2018. Suap itu dilakukan bersama-sama staf khusus Gubernur Aceh, Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri. Kasus ini juga menjerat Bupati Kabupaten Bener Meriah Ahmadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)