Sidang tanggapan terhadap eksepsi atau nota keberatan mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Alfred Simanjuntak. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Sidang tanggapan terhadap eksepsi atau nota keberatan mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Alfred Simanjuntak. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

Tak Berdasar, Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Alfred Simanjuntak

Fachri Audhia Hafiez • 08 Februari 2022 16:17
Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai eksepsi atau nota keberatan mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Alfred Simanjuntak harus ditolak. Salah satunya, terkait dalil keberatan penggabungan perkara.
 
Alfred keberatan perkaranya digabungkan dengan terdakwa lainnya Wawan Ridwan yang turut didakwa perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kubu Alfred menilai hal itu bertentangan dengan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
 
"Berdasarkan ketentuan Pasal 141 KUHAP dihubungkan dengan Pasal 2 ayat (4) UU Nomor 48 Tahun 2009, maka penggabungan perkara TPPU terdakwa Wawan Ridwan ke dalam dakwaan a quo tidak bertentangan dengan ketentuan tersebut," kata jaksa Rikhi B Maghaz di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa, 8 Februari 2022.

Rikhi mengatakan penggabungan perkara itu untuk menghindari adagium 'justice delayed justice denied'. Artinya, proses peradilan yang lambat tidak akan memberi keadilan kepada para pihak.
 
"Sehingga, dengan dilakukannya penggabungan perkara TPPU terdakwa Wawan Ridwan akan berjalan cepat, yang artinya keadilan atas perkara a quo lebih cepat tercapai," ujar Rikhi.
 
Baca: KPK Pelajari Vonis 2 Eks Pejabat Pajak
 
Selain itu, kata Rikhi, sudah dipertegas secara limitatif bahwa dakwaan ketiga dan keempat khusus untuk Wawan Ridwan. Jaksa meyakini hal yang sudah dipertegas dalam surat dakwaan itu tidak berpengaruh pada proses hukum Alfred.
 
"Dengan demikian, cukup beralasan untuk menyatakan dalil keberatan eksepsi penasihat hukum terdakwa Alfred tersebut harus ditolak dan dikesampingkan," ucap Rikhi.
 
Alfred dan beserta pejabat Ditjen Pajak lainnya, Wawan Ridwan, didakwa menerima suap total SGD1.212.500 atau senilai Rp12,9 miliar. Keduanya kecipratan fulus setelah merekayasa hasil penghitungan tiga wajib pajak. Keduanya masing-masing menerima SGD606,250 (sekitar Rp6,4 miliar).
 
Keduanya juga didakwa menerima gratifikasi masing-masing Rp2,4 miliar. Fulus itu diterima dari sembilan wajib pajak. Sedangkan, Wawan juga didakwa dua pasal terkait TPPU. Dia menyamarkan harta kekayaannya itu dengan mentransfer uang ke sejumlah orang.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan