Terdakwa kasus korupsi PT ASABRI Heru Hidayat. Medcom.id/Candra Yuri Nuralam
Terdakwa kasus korupsi PT ASABRI Heru Hidayat. Medcom.id/Candra Yuri Nuralam

Terdakwa Kasus ASABRI Heru Hidayat Menolak Tuntutan Hukuman Mati

Cahya Mulyana • 14 Desember 2021 01:26
Jakarta: Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), Heru Hidayat, keberatan dengan dengan tuntutan hukuman mati. Sanksi itu dinilai tidak tepat karena tidak didukung bukti dan fakta persidangan.
 
"Bahwa dalam nota pembelaan pribadi Pak Heru maupun penasehat hukum, pertama kami menyoroti mengenai tuntutan mati oleh JPU yang menyimpang. Sebab sejak awal JPU tidak pernah mencantumkan Pasal 2 ayat (2) dalam surat dakwaannya, padahal jelas surat dakwaan adalah acuan dan batasan dalam persidangan perkara ini sebagaimana hukum acara pidana," kata Kuasa Hukum Heru Kresna Hutauruk di Jakarta, Senin, 13 Desember 2021.
 
Dia mengatakan alasan JPU mengenai perkara ini, yaitu pengulangan tindak pidana sangat keliru. Sebab, tempus perkara ini terjadi 2012-2019, sebelum Heru dihukum di kasus Jiwasraya.

Sedangkan yang dimaksud pengulangan tindak pidana adalah tindak pidana yang dilakukan setelah seseorang divonis. Sehingga, kata dia, jelas perkara ini bukan pengulangan tindak pidana.
 
"Dalam dakwaan dan tuntutan terbukti Pak Heru tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada ASABRI sehingga jelas tidak ada niat jahat dari Pak Heru ataupun ASABRI. Perkara tipikor itu identik dengan suap atau gratifikasi, sedang dalam perkara ini Pak Heru nihil," kata dia.
 
Baca: Dituntut Hukuman Mati, Heru Hidayat Merasa Dizalimi
 
Kresna juga menilai tuduhan jaksa bahwa Heru menikmati uang sebesar Rp12 triliun keliru. Selama persidangan tidak pernah ada pembuktian aliran uang sebesar itu kepada Heru.
 
Termasuk soal kerugian negara sebesar Rp22 triliun dalam perkara ini juga tidak akurat. Dalam Persidangan, para Ahli BPK menjelaskan angka kerugian sebesar itu muncul karena pemeriksa BPK hanya menghitung uang yang keluar dalam investasi ASABRI pada saham dan reksadana pada periode 2012-2019.
 
"Itu tanpa pernah menghitung keuntungan dan yang masuk ke ASABRI dalam investasi saham dan reksadana pada periode 2012-2019," ujarnya.
 
Dia menyebut sangat tidak adil apabila penghitungan kerugian negara yang keliru tersebut digunakan sebagai putusan. "Maka kami berharap agar majelis hakim dapat memutus perkara ini sesuai dengan koridor hukum dan fakta yang terjadi dalam persidangan ini sehingga menghasilkan putusan yang adil," tegas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan