medcom.id, Jakarta: Anggota Panitia Seleksi Hakim Konstitusi Ningrum Natasya Sirait mewanti-wanti peserta seleksi untuk bersungguh-sungguh mengikuti proses. Karena, menurutnya, beban menjadi seorang hakim sangat berat.
Apalagi proses ini untuk menemukan pengganti hakim MK yang terjerat korupsi, Patrialis Akbar. Ningrum secara pribadi mengaku tak berani menjadi hakim konstitusi.
"Profesi hakim itu enggak biasa. Saya disuruh melamar (jadi hakim MK), enggak berani, Pak," kata Ningrum kepada salah seorang peserta seleksi hakim konstitusi, Bernard L. Tanya, di Gedung III, Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu 29 Maret 2017.
Ningrum yang sehari-hari sebagai dosen ini mengungkapkan hakim adalah wakil Tuhan di muka bumi. Namun, ia sangat sedih ketika wakil Tuhan itu mencoreng profesi dan institusinya sendiri.
Dalam seleksi, Ningrum meminta pendapat peserta seleksi tentang kesiapan untuk hidup antisosial saat sudah terpilih. Pertanyaan itu dilontarkan agar hakim tak mencoreng diri dan instansinya.
Hakim, kata dia, sudah harus selesai dengan urusan duniawi. Termasuk selektif dalam memilih hubungan kekerabatan, hubungan yang terbangun dari lapangan golf, bahkan wanita. Ningrum berkali-kali menanyakan pendapat peserta seleksi hakim konstitusi terkait godaan tersebut.
Baca: Pemerintah Perbaiki Sistem Seleksi Hakim MK
Tidak hanya itu, Ningrum juga meminta pendapat peserta terkait integritas atau kejujuran di atas segalanya. Fenomena ketidakpatuhan sejumlah hakim MK terhadap LHKPN juga disinggung Ningrum di hadapan peserta sebagai bukti integritas seseorang.
"Banyak sekali orang yang sangat brilian, tapi moral dan integritasnya di bawah kepintarannya. Atau sebaliknya, banyak yang biasa-biasa saja, tidak begitu menonjol, tapi kejujurannya bikin banyak orang yang shock (karena kagum). Misalnya, di program Kick Andy (Metro TV), mereka itu pahlawan. Bangsa ini harus menempatkan integritas di atas segalanya," beber Ningrum.
Kemudian, Ningrum mengatakan kode etik tak ubahnya deretan hukum mati. Sebab, semua orang memiliki visi, misi, pakta integritas, dan pernyataan antikorupsi. "Itu sebagai standar orang melamar suatu pekerjaan," kata dia.
Menjawab pertanyaan Ningrum, Bernard menyatakan kode etik tak akan menjadi deretan huruf mati saja. Kode etik harus benar-benar dijiwai. "Karena kode etik adalah rohnya profesi," ujar Bernard.
Sebelumnya, advokat senior Todung Mulya Lubis mengkritik seleksi hakim MK yang cenderung tertutup. "Tak ada akses dan keterbukaan. Internal sekali," kata mantan panitia seleksi MK ini.
medcom.id, Jakarta: Anggota Panitia Seleksi Hakim Konstitusi Ningrum Natasya Sirait mewanti-wanti peserta seleksi untuk bersungguh-sungguh mengikuti proses. Karena, menurutnya, beban menjadi seorang hakim sangat berat.
Apalagi proses ini untuk menemukan pengganti hakim MK yang terjerat korupsi, Patrialis Akbar. Ningrum secara pribadi mengaku tak berani menjadi hakim konstitusi.
"Profesi hakim itu enggak biasa. Saya disuruh melamar (jadi hakim MK), enggak berani, Pak," kata Ningrum kepada salah seorang peserta seleksi hakim konstitusi, Bernard L. Tanya, di Gedung III, Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu 29 Maret 2017.
Ningrum yang sehari-hari sebagai dosen ini mengungkapkan hakim adalah wakil Tuhan di muka bumi. Namun, ia sangat sedih ketika wakil Tuhan itu mencoreng profesi dan institusinya sendiri.
Dalam seleksi, Ningrum meminta pendapat peserta seleksi tentang kesiapan untuk hidup antisosial saat sudah terpilih. Pertanyaan itu dilontarkan agar hakim tak mencoreng diri dan instansinya.
Hakim, kata dia, sudah harus selesai dengan urusan duniawi. Termasuk selektif dalam memilih hubungan kekerabatan, hubungan yang terbangun dari lapangan golf, bahkan wanita. Ningrum berkali-kali menanyakan pendapat peserta seleksi hakim konstitusi terkait godaan tersebut.
Baca:
Pemerintah Perbaiki Sistem Seleksi Hakim MK
Tidak hanya itu, Ningrum juga meminta pendapat peserta terkait integritas atau kejujuran di atas segalanya. Fenomena ketidakpatuhan sejumlah hakim MK terhadap LHKPN juga disinggung Ningrum di hadapan peserta sebagai bukti integritas seseorang.
"Banyak sekali orang yang sangat brilian, tapi moral dan integritasnya di bawah kepintarannya. Atau sebaliknya, banyak yang biasa-biasa saja, tidak begitu menonjol, tapi kejujurannya bikin banyak orang yang shock (karena kagum). Misalnya, di program Kick Andy (Metro TV), mereka itu pahlawan. Bangsa ini harus menempatkan integritas di atas segalanya," beber Ningrum.
Kemudian, Ningrum mengatakan kode etik tak ubahnya deretan hukum mati. Sebab, semua orang memiliki visi, misi, pakta integritas, dan pernyataan antikorupsi. "Itu sebagai standar orang melamar suatu pekerjaan," kata dia.
Menjawab pertanyaan Ningrum, Bernard menyatakan kode etik tak akan menjadi deretan huruf mati saja. Kode etik harus benar-benar dijiwai. "Karena kode etik adalah rohnya profesi," ujar Bernard.
Sebelumnya, advokat senior Todung Mulya Lubis mengkritik seleksi hakim MK yang cenderung tertutup. "Tak ada akses dan keterbukaan. Internal sekali," kata mantan panitia seleksi MK ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(UWA)