Jakarta: Pembunuhan terhadap aktivis Munir Said Thalib didesak ditetapkan sebagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Desakan ini sekaligus menyikapi peringatan 17 tahun kasus pembunuhan aktivis HAM tersebut.
"Selama ini Komnas HAM belum melakukan langkah-langkah penetapan dan proses penyidikan mendalam. Sehingga, saat ini menjadi penting Komnas HAM di 17 tahun kasus Munir untuk sebagai kasus pelanggaran HAM berat," kata Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf dalam diskusi virtual, Senin, 6 September 2021.
Menurut Al Araf, hal itu akan membuka ruang baru terhadap penelusuran kasus tersebut. Pembunuhan terhadap Munir pada 7 September 2004, dinilai telah memenuhi unsur pelanggaran HAM berat.
"Itu akan menjadi pintu masuk dalam mengungkap kasus Munir, dalam membongkar dalang dan membuka ruang konspirasi kekuasaan masa itu, ketika pembunuhan Munir terjadi," ujar Al Araf.
Sekretaris Jenderal Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) Bivitri Susanti mengatakan masih banyak upaya hukum yang ditempuh untuk mengungkap tabir dari kasus Munir. Hal itu bisa digali lewat terduga pelaku berdasarkan tim pencari fakta (TPF) kasus Munir.
Pasalnya, kasus tersebut selama ini hanya menjerat dua nama, Pollycarpus Budihari Piryanto dan Mayjen TNI (Purn) Muchdi Purwoprandjono atau Muchdi PR. Keduanya didakwa menjadi dalang pembunuhan Munir. Namun, divonis bebas di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung (MA).
"Sebenarnya masih cukup banyak upaya-upaya terhadap pelaku-pelaku lainnya yang masih bisa digali berdasarkan laporan dari TPF Munir. Namun, itulah yang disebut belum ditindaklanjuti sampai sekarang," kata Bivitri.
Sementara itu, Sosiolog Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tomagola, tak meyakini kasus pelanggaran HAM berat bisa dituntaskan segera. Terlebih saat ini pemerintah tengah fokus pada penanganan pandemi covid-19 dan pemulihan ekonomi.
"Isu pelanggaran HAM barangkali tidak terlalu akan mendapatkan perhatian, prioritas sampai dengan tahun 2024," ujar dia.
Baca: Komnas HAM Belum Putuskan Pembunuhan Munir Sebagai Pelanggaran HAM Berat
Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari berharap peringatan 17 tahun kasus pembunuhan terhadap Munir dapat membangun kesadaran. Bahwa, kasus tersebut harus diungkap secara tuntas.
"Kesadaran baru untuk berani berkata bahwa kita harus tahu siapa pembunuh Munir sesungguhnya, apa sebabnya warga negara yang menghabiskan waktunya untuk mengabdi untuk negara ini tiba-tiba direncanakan dengan sedemikian rupa untuk dibunuh?," ucap Feri.
Hai Sobat Medcom, terima kasih sudah menjadikan Medcom.id sebagai referensi terbaikmu. Kami ingin lebih mengenali kebutuhanmu. Bantu kami mengisi angket ini yuk https://tinyurl.com/MedcomSurvey2021 dan dapatkan saldo Go-Pay/Ovo @Rp 50 ribu untuk 20 pemberi masukan paling berkesan. Salam hangat.
Jakarta: Pembunuhan terhadap aktivis
Munir Said Thalib didesak ditetapkan sebagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Desakan ini sekaligus menyikapi peringatan 17 tahun kasus pembunuhan aktivis HAM tersebut.
"Selama ini Komnas HAM belum melakukan langkah-langkah penetapan dan proses penyidikan mendalam. Sehingga, saat ini menjadi penting Komnas HAM di 17 tahun kasus Munir untuk sebagai kasus pelanggaran HAM berat," kata Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf dalam diskusi virtual, Senin, 6 September 2021.
Menurut Al Araf, hal itu akan membuka ruang baru terhadap penelusuran kasus tersebut. Pembunuhan terhadap Munir pada 7 September 2004, dinilai telah memenuhi unsur
pelanggaran HAM berat.
"Itu akan menjadi pintu masuk dalam mengungkap kasus Munir, dalam membongkar dalang dan membuka ruang konspirasi kekuasaan masa itu, ketika pembunuhan Munir terjadi," ujar Al Araf.
Sekretaris Jenderal Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) Bivitri Susanti mengatakan masih banyak upaya hukum yang ditempuh untuk mengungkap tabir dari kasus Munir. Hal itu bisa digali lewat terduga pelaku berdasarkan tim pencari fakta (TPF) kasus Munir.
Pasalnya, kasus tersebut selama ini hanya menjerat dua nama, Pollycarpus Budihari Piryanto dan Mayjen TNI (Purn) Muchdi Purwoprandjono atau Muchdi PR. Keduanya didakwa menjadi dalang pembunuhan Munir. Namun, divonis bebas di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung (MA).
"Sebenarnya masih cukup banyak upaya-upaya terhadap pelaku-pelaku lainnya yang masih bisa digali berdasarkan laporan dari TPF Munir. Namun, itulah yang disebut belum ditindaklanjuti sampai sekarang," kata Bivitri.
Sementara itu, Sosiolog Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tomagola, tak meyakini kasus pelanggaran HAM berat bisa dituntaskan segera. Terlebih saat ini pemerintah tengah fokus pada penanganan pandemi covid-19 dan pemulihan ekonomi.
"Isu pelanggaran HAM barangkali tidak terlalu akan mendapatkan perhatian, prioritas sampai dengan tahun 2024," ujar dia.
Baca:
Komnas HAM Belum Putuskan Pembunuhan Munir Sebagai Pelanggaran HAM Berat
Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari berharap peringatan 17 tahun kasus pembunuhan terhadap Munir dapat membangun kesadaran. Bahwa, kasus tersebut harus diungkap secara tuntas.
"Kesadaran baru untuk berani berkata bahwa kita harus tahu siapa pembunuh Munir sesungguhnya, apa sebabnya warga negara yang menghabiskan waktunya untuk mengabdi untuk negara ini tiba-tiba direncanakan dengan sedemikian rupa untuk dibunuh?," ucap Feri.
Hai Sobat Medcom, terima kasih sudah menjadikan
Medcom.id sebagai referensi terbaikmu. Kami ingin lebih mengenali kebutuhanmu. Bantu kami mengisi angket ini yuk https://tinyurl.com/MedcomSurvey2021 dan dapatkan saldo Go-Pay/Ovo @Rp 50 ribu untuk 20 pemberi masukan paling berkesan. Salam hangat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)