Ilustrasi pengadilan. Medcom.id
Ilustrasi pengadilan. Medcom.id

Pakar Hukum Ingatkan Vonis Mati Tak Bisa Gunakan Asumsi

Achmad Zulfikar Fazli • 11 Juni 2023 21:15
Jakarta: Sejumlah akademisi melakukan ekseminasi atas putusan hukuman mati mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo. Eksaminator berpandangan unsur dalam dakwaan harus ada dan jelas dalam persidangan.
 
Para eksaminator tersebut, antara lain, Marcus Priyo Gunarto, Eddy OS. Hiariej, Amir Ilyas, Koentjoro, Chairul Huda, Mahmud Mulyadi, Rocky Marbun, dan Agustinus Pohan.  
 
Mereka menyampaikan harus ada dua alat bukti yang sah dan ditambah keyakinan hakim dalam memutus perkara. Hakim boleh ada keraguan.

Masalahnya, terdapat dua versi motif dari penasehat hukum dan jaksa. Kemudian, motif itu sama-sama ditolak majelis hakim. Sehingga pertimbangan hukum tersebut kurang lengkap. Jadi dalam hal ini, terkesan terjadi bias yang terungkap di persidangan. 
 
Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Mahrus Ali, menilai salah satu yang menarik apakah perbuatan Sambo masuk kategori pembunuhan berencana atau tidak. Sebab, hakim dianggap hanya menggunakan keterangan satu saksi, yaitu Richard Eliezer, yang bertentangan dengan saksi lain di persidangan.
 
"Karena dijatuhkan pidana mati maka pertimbangan harus lengkap,” ujar Mahrus, Jakarta, Minggu, 11 Juni 2023.
 
Baca Juga: Legislator: Pidana Mati Wajib Disertai dengan Masa Percobaan

Poin lain yang menjadi sorotan berkaitan dengan tes psikologi yang dilakukan penyidik, namun hasilnya dimentahkan melalui tes poligraf yang menganggap seluruh saksi yang menjalani tes berbohong, kecuali terpidana kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Richard Eliezer. 
 
Ada juga mengenai peluru yang bersarang di tubuh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, yang berjumlah tujuh peluru. Tercatat, ada lima peluru identik dengan senjata Eliezer, sisanya dua peluru dianggap milik Sambo. 
 
"Padahal ahli balistik mengatakan dua peluru tersebut serpihannya sangat kecil. Dari situ majelis menganggap Sambo ikut menembak walaupun bertentangan dengan bukti ilmiah," ucap Mahrus. 
 
Di samping itu, dia menyampaikan mengenai turut serta. Rata-rata menganggap tidak tepat unsur turut serta, tapi menganjurkan. Namun, sebenarnya pasal tentang penganjuran tidak masuk surat dakwaan. 
 
Sehingga, lanjut dia, muncul kesan hakim terjebak dengan pandangan dia karena sejak awal hakim mengeklaim. Akhirnya, ditemukan dalam satu kasus pelaku sekaligus pelaku turut serta.
 
Pada poin obstruction of justice, pakar hukum pidana Eddy OS Hieraj mengatakan perkara tersebut ditujukan bukan pada pelaku kejahatan, tetapi pada orang lain yang membantu menghalangi saksi dalam perkara a quo. Sehingga, Sambo dinilai tidak tepat dikenakan pasal tersebut.
 
Untuk putusan istri Sambo, Putri Candrawathi, setidaknya ada dua isu hukum, yaitu mengenai turut serta dan pembunuhan berencana. Untuk poin pertama, hasil eksaminasi mengatakan tidak mungkin terjadi turut serta pada delik selesai yang telah selesai.
 
Alasannya, turut serta terjadi pada fase sebelum kejahatan terjadi dan ketika kejahatan terjadi, sehingga tidak mungkin pada saat kejahatan telah selesai dilakukan.
 
Sementara itu, dalam eksaminasi ini, banyak fakta hukum yang dijadikan pertimbangan hakim ketika mengatakan istri Sambo, Putri Candrawathi, ikut terlibat pembunuhan itu sama sekali tidak ada kaitan dengan Sambo.
 
Apalagi, niat Sambo itu munculnya di Jakarta, bukan Magelang, tetapi fakta hukum yang diduga dimasukkan hakim adalah fakta di Magelang. Sehingga, itu tidak masuk. 
 
"Kedua banyak fakta hukum yang mengatakan Putri turut serta itu setelah korban meninggal,” terang dia.
 
Mahrus mengatakan para eksaminator menilai perbuatan Putri lebih tepat dikatakan sebagai membantu orang lain melakukan kejahatan seperti tertera dalam Pasal 56 KUHP. Jadi tidak tepat jika Putri dinyatakan bersalah melakukan turut serta pembunuhan berencana.  
 
Mahrus menegaskan seharusnya Pasal 56 ayat (1) KUHP, di mana terdapat dua delik, sebelum kejahatan kedua setelah kejahatan. Dia menambahkan eksaminasi yang dilakukan murni basisnya adalah dokumen resmi putusan pengadilan dan berkas-berkas yang lain. 
 
"Ini murni kajian akademik, saya murni pendapat sebagai akademisi saya sebagai guru besar hukum pidana,” tegas dia.
 
Mahrus menyampaikan eksaminasi ini mengunakan pendekatan perundang-undangan dan dokrin-doktrin hukum. 
 
Mahrus mengatakan eksaminasi penting dilakukan karena bermanfaat baik secara teoritis untuk pengembangan khasanah keilmuan hukum pidana maupun praktik, kemudian dijadikan sebagai bahan ajar bagi dosen dan mahasiswa pada mata kuliah eksaminasi publik.  
 
Ahli hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda, menyampaikan salah satu yang krusial, berkaitan dengan posisi Putri, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal adalah mereka sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai bagian dari pembunuhan berencana, namun kemudian majelis beranggapan sebaliknya. 
 
“Mereka dianggap sebagai bagian pembunuhan berencana. Padahal tidak ada,” terang Chairul.
 
Mengenai peran Sambo, eksaminator beranggapan suasana tenang dalam pembunuhan berencana itu sebenarnya ada pada Eliezer.  Chairul mengatakan majelis hakim tidak mampu melakukan konstruksi secara jelas seperti apa perbuatan secara bersama-sama sebagaimana dimaksud dalam dakwaan pembunuhan itu. 
 
"Ini harus dikritisi, dianggap turut serta ini bersama-sama, ada pergeseran makna turut serta yang diartikan bersama-sama. Sehingga kami menilai putusan ini diibaratkan sekadar untuk memenuhi keinginan netizen. Karena begitu kuatnya tekanan netizen dalam kasus ini,” ujar dia.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan