Anggota Komisi III dari Fraksi NasDem Taufik Basari. Medcom.id/Anggi Tondi Martaon
Anggota Komisi III dari Fraksi NasDem Taufik Basari. Medcom.id/Anggi Tondi Martaon

Legislator: Pidana Mati Wajib Disertai dengan Masa Percobaan

Achmad Zulfikar Fazli • 26 Mei 2023 14:46
Jakarta: Anggota Komisi III Taufik Basari menegaskan masa percobaan dalam Pasal 100 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP bersifat otomatis. Original intent dari rumusan Pasal 100 ayat (1) KUHP baru adalah seluruh pidana mati wajib disertai dengan masa percobaan.
 
"Hal ini juga konsisten dengan penjelasan Pasal 98 KUHP baru,” kata Taufik, Jakarta, Jumat, 26 Mei 2023.
 
Pasal 98 UU Nomor 1 Tahun 2023 menekankan salah satu sifat khusus dari pidana mati adalah dia dijatuhkan dengan masa percobaan sebagai upaya untuk memperbaiki diri, agar eksekusi tidak perlu dilaksanakan dan diganti menjadi pidana penjara seumur hidup.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Taufik menerangkan selain mewajibkan masa percobaan, Pasal 100 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2023 mengatur syarat bagi hakim dalam penjatuhan pidana mati. Yaitu, penyesalan dan peran terdakwa merupakan syarat bagi hakim untuk menjatuhkan pidana mati. Jika pidana mati dijatuhkan, maka harus dicantumkan juga masa percobaannya.
 
Kedua perbedaan tafsir ini menunjukkan sumirnya pengaturan pidana mati dengan masa percobaan dalam Pasal 100 UU Nomor 1 Tahun 2023. 
 
Hal ini senada disampaikan Ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta, Muh. Djauhar Setyadi. Dia mengkhawatirkan potensi permasalahan dalam rumusan UU Nomor 1 Tahun 2023.
 
“Pasal 100 ayat (1) KUHP baru menimbulkan kebingungan, khususnya frasa ‘dengan memperhatikan’. Hal ini justru akan menimbulkan keraguan bagi hakim jika hendak menerapkannya," ucap Djauhar. 
 
Djauhar mengatakan penilaian sikap dan kelakuan terpidana mati yang diatur pada Pasal 100 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2023 perlu melibatkan peran dari lembaga yudikatif, khususnya hakim pengawas dan pengamat. 
 
“Perlu ada checks and balances di dalam format baru ini. Misalnya saja dengan melibatkan Hakim wasmat (pengawas dan pengamat) dalam penyusunan pertimbangan Mahkamah Agung. Namun perlu ada pengaturan lebih lanjut mengenai Hakim wasmat tersebut, bukan sebagaimana pengaturan saat ini,” ujar Djauhar.
 
Baca Juga: Dinilai Terlalu Dini, MK Tolak Permohonan Pengujian UU KUHP!

Sementara itu, praktisi hukum, Todung Mulya Lubis, mengapresiasi kehadiran masa percobaan dalam KUHP baru. Dia berharap keberadaan aturan itu bisa menghapus penuh pidana mati.
 
"Walaupun pidana mati harus dihapus, kita tetap harus mengamankan hak-hak terpidana mati yang sudah tertulis dalam KUHP baru,” ujar dia.
 
Todung menyampaikan ketentuan tersebut seharusnya dapat diterapkan dari dulu, sehingga ada kesempatan kedua bagi terpidana mati. 
 
“Seandainya ketentuan masa percobaan ini sudah ada dari dulu, saya cukup yakin akan ada kesempatan kedua bagi terpidana mati," ucap Todung. 
 
Penghapusan pidana mati secara total juga disuarakan Eko Riyadi dari Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia. Menurut dia, masyarakat internasional sudah beranjak dari paradigma yang masih memperbolehkan pidana mati.
 
Eko merujuk pada Pasal 6 ayat (2) dari Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (Kovenan Hak Sipol), telah diratifikasi oleh Indonesia di 2005, yang memperbolehkan negara untuk menerapkan pidana mati pada kejahatan paling serius berdasarkan putusan pengadilan. 
 
Menurut Eko, ketentuan Kovenan Hak Sipol adalah traktat internasional yang dibentuk dengan iklim politik pada 1966.
 
"Seandainya (Kovenan Hak Sipol) disusun sekarang, sudah pasti ICCPR (Terj. Kovenan Hak Sipol) tidak akan memperbolehkan pidana mati dengan alasan apa pun," ujar dia.
 
Eko mendorong Indonesia untuk segera meratifikasi protokol pilihan kedua dari Kovenan Hak Sipol mengenai penghapusan total pidana mati.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
(AZF)




LEAVE A COMMENT
LOADING

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif