Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor mengabulkan tuntutan jaksa penuntut untuk mencabut hak politik Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam. Perbuatan Nur Alam yang menyetujui izin ekspolrasi dinilai berdampak besar pada kerusakan lingkungan di Sultra.
"Kita tidak bisa bayangkan ketika terpidana kasus korupsi sudah divonis bersalah, misalnya, itu masih miliki kesempatan untuk jadi kepala daerah lagi dan memimpin sebuah daerah, apalagi kalau terjadi korupsi kembali," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat, 9 Maret 2018.
Febri mengatakan, tuntutan jaksa kepada Nur Alam merupakan tuntutan tertinggi dibandingkan dengan kepala daerah lain yang terjerat kasus dugaan korupsi. Nur Alam dituntut 18 tahun penjara dan pencabutan hak politik.
"Saya kira ini termasuk tuntutan yang tertinggi kalau dibanding dengan kepala daerah yang lain," pungkas Febri.
Baca: Nur Alam Didakwa Merugikan Negara Rp4,325 Triliun
Jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK sebelumnya menuntut Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif Nur Alam dengan 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. Nur Alam dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Nur Alam diyakini melawan hukum dalam memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi. Selain itu, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Akibat perbuatan Nur Alam, negara mengalami kerugian hingga Rp4,3 triliun. Perbuatannya telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam jabatannya sebagai gubernur.
Selain kurungan, jaksa juga meminta agar Nur Alam membayar uang pengganti Rp2,7 miliar. Jika tidak sanggup membayar uang pengganti, jaksa meminta majelis hakim agar terdakwa mengganti dengan penjara selama satu tahun.
Dalam tuntutannya, jaksa juga meminta agar majelis hakim mencabut hak politik Nur Alam. Pencabutan hak politik dilakukan setelah menjalani hukuman pidana penjara.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/VNnJQ7JN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor mengabulkan tuntutan jaksa penuntut untuk mencabut hak politik Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam. Perbuatan Nur Alam yang menyetujui izin ekspolrasi dinilai berdampak besar pada kerusakan lingkungan di Sultra.
"Kita tidak bisa bayangkan ketika terpidana kasus korupsi sudah divonis bersalah, misalnya, itu masih miliki kesempatan untuk jadi kepala daerah lagi dan memimpin sebuah daerah, apalagi kalau terjadi korupsi kembali," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat, 9 Maret 2018.
Febri mengatakan, tuntutan jaksa kepada Nur Alam merupakan tuntutan tertinggi dibandingkan dengan kepala daerah lain yang terjerat kasus dugaan korupsi. Nur Alam dituntut 18 tahun penjara dan pencabutan hak politik.
"Saya kira ini termasuk tuntutan yang tertinggi kalau dibanding dengan kepala daerah yang lain," pungkas Febri.
Baca: Nur Alam Didakwa Merugikan Negara Rp4,325 Triliun
Jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK sebelumnya menuntut Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif Nur Alam dengan 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. Nur Alam dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Nur Alam diyakini melawan hukum dalam memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi. Selain itu, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Akibat perbuatan Nur Alam, negara mengalami kerugian hingga Rp4,3 triliun. Perbuatannya telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam jabatannya sebagai gubernur.
Selain kurungan, jaksa juga meminta agar Nur Alam membayar uang pengganti Rp2,7 miliar. Jika tidak sanggup membayar uang pengganti, jaksa meminta majelis hakim agar terdakwa mengganti dengan penjara selama satu tahun.
Dalam tuntutannya, jaksa juga meminta agar majelis hakim mencabut hak politik Nur Alam. Pencabutan hak politik dilakukan setelah menjalani hukuman pidana penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)