Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto. Dok ATR/BPN
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto. Dok ATR/BPN

Kementerian ATR Diminta Usut Kasus Tanah di Kotabaru

Candra Yuri Nuralam • 28 Oktober 2022 02:20
Jakarta: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) diminta tegas memberantas kasus tanah di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Komitmen Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto memberantas mafia tanah didukung.
 
"Kami meminta Kementerian ATR/BPN memberantas tindakan perampasan aset negara," ujar Koordinator Masyarakat Anti Perampasan Aset Negara, Iradat, melalui keterangan tertulis, Kamis, 27 Oktober 2022.
 
Hal tersebut disampaikan terkait penyalahgunaan pemanfaatan lahan Inhutani II di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Iradat menduga ada kehilangan lahan 8 ribu hektare lebih yang disebabkan alih fungsi lahan oleh PT MSAM.

Menurut dia, ada dugaan rasuah yang melibatkan oknum pejabat setempat. Sehingga, PT MSAM mendapatkan izin penggunaan lahan seluas 8 ribu hektare.
 
"Diduga kerja sama tersebut tidak sesuai dengan SK 193/2006, sebab kawasan hutan PT Inhutani II digunakan sebagai perkebunan sawit tanpa memperoleh persetujuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK)," papar Iradat.
 
Komitmen Hadi Tjahjanto terkait hal ini, kata dia, mesti diwujudkan. Pasalnya, hal tersebut sesuai instruksi Presiden Joko Widodo untuk menindak mafia tanah.
 
"Kami meminta kepada Kementerian ATR/BPN mencabut HGU PT MSAM," kata dia.
 

Baca juga: Duta Palma Group Tegaskan Punya 3 HGU Kelapa Sawit


 
Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto pernah merespons terkait hal ini. Dia mengatakan bakal mempelajari dokumen terkait.
 
"Menyelesaikan permasalahan mafia tanah memang kita harus pelajari dari dokumen data yuridis, data fisik, data pendukung sehingga kita mulai melihat permasalahan itu dari warkah tanah arahnya ke mana," ujar Hadi pada Kamis, 6 Oktober 2022.
 
Hadi mencontohkan soal tanah yang dimanfaatkan sebagai perkebunan. Menurut dia, perlu waktu untuk menyelesaikannya karena pihaknya harus memastikan sejumlah termasuk izinnya.
 
"Karena apa? HGU-nya katakanlah tidak sesuai dengan izinnya, kita harus audit. Apakah benar mereka izinnya 10.000 (ha) tetap 10.000 (ha), apakah fungsinya sesuai dengan izin, kemudian apakah bermanfaat untuk masyarakat," ungkap Hadi.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan