KPK: Dana Haji Tak Pernah Menentu, Tak Dinaikkan Kasian Jemaah yang Belum Berangkat
Candra Yuri Nuralam • 30 Januari 2023 08:31
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai rencana kenaikan biaya perjalanan haji wajar. Karena, pemerintah Arab Saudi tak pernah memberikan harga yang tetap.
"Siapa yang rugi, tentu bukan yang telah berangkat, tetapi jemaah yang belum berangkat karena ia telah menanggung biaya jemaah yang telah berangkat," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melalui keterangan tertulis, Senin, 30 Januari 2023.
Berdasarkan catatan KPK, biaya haji untuk jemaah Aceh sampai Makassar pernah ada di angka Rp39,8 juta per orang pada 2022. Saat itu, total biaya keberangkatan yakni Rp81,7 juta.
"Sehingga selisihnya yaitu Rp41,9 juta ditanggung dari nilai manfaat. Ini artinya 48 persen ditanggung oleh jemaah dan 52 persen dari nilai manfaat hasil dari pengusahaan BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji)," ujar Ghufron.
Namun, dua minggu sebelum jemaah berangkat, pemerintah Arab Saudi menaikkan harga total mencapai Rp98,3 juta. Sehingga, pemerintah Indonesia harus menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 8 Tahun 2022 saat itu.
"Yang menyatakan kucuran besaran nilai manfaat dari BPKH bertambah dari yg semula 41,9 juta menjadi sekitar 47 juta, alhasil nilai manfaat yang harus dikucurkan untuk memenuhi BPIH (biaya penyelenggaraan ibadah haji)," ucap Ghufron.
Kenaikan ongkos secara dadakan itu harus bisa diminimalisir. Jika tidak, jemaah yang belum berangkat bakal kelimpungan saat dana yang dikelola BPKH habis.
"Kondisi ini jika diteruskan tinggal menunggu waktu, saatnya dana BPKH akan habis nilai manfaatnya, karena telah terforsir untuk menutupi biaya jemaah haji yang telah berangkat," ucap Ghufron.
Jemaah yang belum berangkat juga bakal rugi. Karena, uang yang sudah disiapkan untuk menunaikan ibadah haji dipakai oleh masyarakat yang sudah pergi ke Tanah Suci.
Atas dasar itulah KPK menilai menaikkan biaya perjalanan haji merupakan hal yang wajar. Rencana kebijakan itu dinilai tidak mengartikan pemerintah sewenang-wenang kepada jemaah.
"Karena sebaliknya, jika tidak dinaikkan maka yang dirugikan adalah jemaah yang belum berangkat untuk menanggung nilai manfaat yang over, yang dipakai oleh yang sebelumnya. Sehingga yang rugi bukan siapa-siapa, namun, jemaah yang belum berangkat yang akan dirugikan," kata Ghufron.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan skema pembayaran haji yang kini masih dalam tahap pembahasan. Menurutnya, pendanaan sekarang menjadi dua yakni biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) dan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH).
"BPIH itu biaya yang harus dikeluarkan untuk perjalanan pembiayaan haji, dan Bipih itu yang dibayarkan oleh calon jemaah, ini berbeda," kata Yaqut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 27 Januari 2023.
Yaqut menjelaskan skema pembayaran itu sudah diajukan ke DPR beberapa waktu lalu. Sistem pembayaran yang diajukan yakni 70 persen dari jemaah dan sisanya menggunakan dana manfaat yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Yaqut juga menyebut skema pembayaran baru ini untuk menjaga keberlanjutan keuangan haji. Selain itu, juga untuk menjaga agar tidak adanya penggerusan hak jemaah.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai rencana kenaikan biaya perjalanan haji wajar. Karena, pemerintah Arab Saudi tak pernah memberikan harga yang tetap.
"Siapa yang rugi, tentu bukan yang telah berangkat, tetapi jemaah yang belum berangkat karena ia telah menanggung biaya jemaah yang telah berangkat," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melalui keterangan tertulis, Senin, 30 Januari 2023.
Berdasarkan catatan KPK, biaya haji untuk jemaah Aceh sampai Makassar pernah ada di angka Rp39,8 juta per orang pada 2022. Saat itu, total biaya keberangkatan yakni Rp81,7 juta.
"Sehingga selisihnya yaitu Rp41,9 juta ditanggung dari nilai manfaat. Ini artinya 48 persen ditanggung oleh jemaah dan 52 persen dari nilai manfaat hasil dari pengusahaan BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji)," ujar Ghufron.
Namun, dua minggu sebelum jemaah berangkat, pemerintah Arab Saudi menaikkan harga total mencapai Rp98,3 juta. Sehingga, pemerintah Indonesia harus menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 8 Tahun 2022 saat itu.
"Yang menyatakan kucuran besaran nilai manfaat dari BPKH bertambah dari yg semula 41,9 juta menjadi sekitar 47 juta, alhasil nilai manfaat yang harus dikucurkan untuk memenuhi BPIH (biaya penyelenggaraan ibadah haji)," ucap Ghufron.
Kenaikan ongkos secara dadakan itu harus bisa diminimalisir. Jika tidak, jemaah yang belum berangkat bakal kelimpungan saat dana yang dikelola BPKH habis.
"Kondisi ini jika diteruskan tinggal menunggu waktu, saatnya dana BPKH akan habis nilai manfaatnya, karena telah terforsir untuk menutupi biaya jemaah haji yang telah berangkat," ucap Ghufron.
Jemaah yang belum berangkat juga bakal rugi. Karena, uang yang sudah disiapkan untuk menunaikan ibadah haji dipakai oleh masyarakat yang sudah pergi ke Tanah Suci.
Atas dasar itulah KPK menilai menaikkan biaya perjalanan haji merupakan hal yang wajar. Rencana kebijakan itu dinilai tidak mengartikan pemerintah sewenang-wenang kepada jemaah.
"Karena sebaliknya, jika tidak dinaikkan maka yang dirugikan adalah jemaah yang belum berangkat untuk menanggung nilai manfaat yang over, yang dipakai oleh yang sebelumnya. Sehingga yang rugi bukan siapa-siapa, namun, jemaah yang belum berangkat yang akan dirugikan," kata Ghufron.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan skema pembayaran haji yang kini masih dalam tahap pembahasan. Menurutnya, pendanaan sekarang menjadi dua yakni biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) dan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH).
"BPIH itu biaya yang harus dikeluarkan untuk perjalanan pembiayaan haji, dan Bipih itu yang dibayarkan oleh calon jemaah, ini berbeda," kata Yaqut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 27 Januari 2023.
Yaqut menjelaskan skema pembayaran itu sudah diajukan ke DPR beberapa waktu lalu. Sistem pembayaran yang diajukan yakni 70 persen dari jemaah dan sisanya menggunakan dana manfaat yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Yaqut juga menyebut skema pembayaran baru ini untuk menjaga keberlanjutan keuangan haji. Selain itu, juga untuk menjaga agar tidak adanya penggerusan hak jemaah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)