Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak. Istimewa
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak. Istimewa

Ultra Petita Wajar, Kejagung Minta Hakim Berani Hukum Mati Heru Hidayat

Al Abrar • 22 Desember 2021 12:13
Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi duplik Heru Hidayat terkait kasus dugaan korupsi PT ASABRI. Heru menilai tuntutan jaksa soal hukuman mati terlalu dipaksakan.
 
Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer mengatakan, putusan yang bersifat ultra petita dibenarkan hukum. Leonard mencontohkan vonis Susi Tur Andayani, pengacara penyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
 
Susi divonis lima tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara, Di tingkat kasasi, Majelis Mahkamah Agung memperberat hukuman Susi menjadi tujuh tahun penjara.

"Artinya, berdasarkan ketentuan tersebut, majelis hakim dalam memutus suatu perkara tidak semata-mata hanya berdasarkan pada surat dakwaan, namun juga berdasarkan atas segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang," kata Leonard dalam keterangan tertulis, Selasa, 21 Desember 2021. 
 
Leonard mengatakan putusan hakim yang bersifat ultra-petita dibenarkan berdasarkan hukum acara pidana Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 182 ayat (4) KUHAP, yang mengatur musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.
 
Artinya, kata Leonard, berdasarkan ketentuan tersebut Majelis Hakim dalam memutus suatu perkara tidak semata-mata hanya berdasarkan pada surat dakwaan jaksa, tetapi juga berdasarkan atas segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.
 
Baca: Dituntut Hukuman Mati, Heru Hidayat Merasa Dizalimi
 
Heru Hidayat didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor. Namun, dalam tuntutan, jaksa menuntut Heru Hidayat dengan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yang memuat ketentuan mengenai ancaman hukuman mati.
 
Leonard mengatakan hal tersebut karena dalam persidangan ditemukan hal-hal yang memberatkan akibat perbuatan pidana yang dilakukan dalam perkara PT ASABRI. Heru dinilai secara bersama-sama menimbulkan kerugian keuangan negara sangat besar dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 22.788.566.482.083.
 
"Di mana atribusi dari kerugian keuangan negara tersebut dinikmati Terdakwa Heru Hidayat sebesar Rp 12.643.400.946.226," kata Leonard.
 
Sebelumnya, Terdakwa kasus korupsi  PT ASABRI, Heru Hidayat, tak terima dituntut hukuman mati. Heru merasa dizalimi.
 
"Mengapa saya katakan tuntutan jaksa tersebut adalah suatu kezaliman yang luar biasa? Sebagaimana kita ketahui bersama, Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tidak pernah dicantumkan dalam surat dakwaan kepada saya," kata Heru saat membacakan pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin, 13 Desember 2021.
 
Heru mengatakan Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor juga tidak ada saat penyelidikan kasus korupsi itu dimulai. Jaksa dinilai sudah melenceng saat menimbang tuntutan kasusnya.
 
"Lalu kenapa mendadak dalam surat tuntutan jaksa menuntut mati? Sementara dalam poin satu amar tuntutannya jaksa menyatakan saya bersalah di Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor," ujar Heru.
 
Heru meminta dihukum berdasarkan pasal yang digunakan saat dakwaan. Hukuman mati dinilai hanya menzaliminya sebagai terdakwa.
 
"Bukankah jaksa dalam persidangan ini seharusnya membuktikan dakwaannya? Bukankah seharusnya jaksa menuntut sesuai koridor dalam dakwaannya? Bukankah yang membuat persidangan ini ada adalah karena surat dakwaan jaksa? Sehingga jelas dalam perkara ini jaksa telah melakukan tuntutan di luar koridor hukum dan melebihi wewenangnya," tutur Heru.
 
Heru berharap hakim bijak memberikan vonis. Dia berharap tidak mendapat vonis hukuman mati.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan