Jakarta: Pegiat media sosial Ferdinand Hutahaean didakwa empat dakwaan. Salah satunya, penyebaran berita bohong di media sosial yang membuat onar di masyarakat.
"Menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata jaksa penuntut umum (JPU) Baringin Sianturi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 15 Februari 2022.
Ferdinand juga didakwa sengaja menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Dakwaan berikutnya, mantan politikus Partai Demokrat itu dianggap telah menodai agama.
"Dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia," ujar Baringin.
Dakwaan terakhir, Ferdinand dianggap menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan di muka umum. Perbuatan itu diduga ditujukan kepada beberapa golongan rakyat Indonesia.
Baca: Ferdinand Hutahaean Tulis Surat Permintaan Maaf dari Penjara
Kasus ini bermula ketika Ferdinand melalui akun Twitter pribadinya, @FerdinadHaean3, menuliskan tentang pendiri Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, Bahar Bin Smith. Kicauan Ferdinand dinilai menciptakan rasa permusuhan terhadap Bahar Bin Smith yang sedang tersangkut masalah hukum.
Ferdinand disebut mendorong Polda Jawa Barat untuk menahan Bahar Bin Smith supaya Indonesia bisa teduh. Selain itu, dia juga dianggap ikut menyebarkan berita bohong terkait penembakan enam laskar Front Pembela Islam (FPI).
Jaksa mencacat terdapat delapan cuitan Ferdinand yang menjadi bukti. Puncak dari seluruh unggahan Ferdinand melalui akun Twitter-nya, berupa tulisan kebencian yang ditujukan kepada kelompok Bahar Bin Smith.
"Terdakwa menyatakan 'kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, dia lah pembelaku selalu dan Allah-ku tak perlu di bela'," terang Baringin.
Tweet Ferdinand itu, kata Baringin, telah menyakiti umat Islam karena dinilai merendahkan Allah SWT. Selain itu, tulisan Ferdinand telah menimbulkan keresahan.
"Unggahan terdakwa juga menyebabkan banyak orang yang juga merasa benci, marah dan resah terhadap terdakwa selaku pemilik akun twitter @FerdinandHaean3 dan banyak mendapat komentar negatif oleh pengguna (user) pada media sosial Twitter," kata Baringin.
Baringin menegaskan perbuatan Ferdinand tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah luhur bangsa Indonesia. Salah satunya, toleransi yang tertuang dalam nilai Pancasila.
"Nilai toleransi yang menghormati agama yang ada di Indonesia yang satu dengan yang lain harus saling menjaga demi keutuhan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila," tegas Baringin.
Ferdinand didakwa Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau Pasal 156 atau Pasal 156a huruf a KUHP.
Jakarta: Pegiat media sosial
Ferdinand Hutahaean didakwa empat dakwaan. Salah satunya, penyebaran
berita bohong di media sosial yang membuat onar di masyarakat.
"Menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata jaksa penuntut umum (JPU) Baringin Sianturi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 15 Februari 2022.
Ferdinand juga didakwa sengaja menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa
kebencian berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Dakwaan berikutnya, mantan politikus Partai Demokrat itu dianggap telah
menodai agama.
"Dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia," ujar Baringin.
Dakwaan terakhir, Ferdinand dianggap menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan di muka umum. Perbuatan itu diduga ditujukan kepada beberapa golongan rakyat Indonesia.
Baca:
Ferdinand Hutahaean Tulis Surat Permintaan Maaf dari Penjara
Kasus ini bermula ketika Ferdinand melalui akun Twitter pribadinya, @FerdinadHaean3, menuliskan tentang pendiri Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, Bahar Bin Smith. Kicauan Ferdinand dinilai menciptakan rasa permusuhan terhadap Bahar Bin Smith yang sedang tersangkut masalah hukum.
Ferdinand disebut mendorong Polda Jawa Barat untuk menahan Bahar Bin Smith supaya Indonesia bisa teduh. Selain itu, dia juga dianggap ikut menyebarkan berita bohong terkait penembakan enam laskar Front Pembela Islam (FPI).
Jaksa mencacat terdapat delapan cuitan Ferdinand yang menjadi bukti. Puncak dari seluruh unggahan Ferdinand melalui akun Twitter-nya, berupa tulisan kebencian yang ditujukan kepada kelompok Bahar Bin Smith.
"Terdakwa menyatakan 'kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, dia lah pembelaku selalu dan Allah-ku tak perlu di bela'," terang Baringin.
Tweet Ferdinand itu, kata Baringin, telah menyakiti umat Islam karena dinilai merendahkan Allah SWT. Selain itu, tulisan Ferdinand telah menimbulkan keresahan.
"Unggahan terdakwa juga menyebabkan banyak orang yang juga merasa benci, marah dan resah terhadap terdakwa selaku pemilik akun twitter @FerdinandHaean3 dan banyak mendapat komentar negatif oleh pengguna (user) pada media sosial Twitter," kata Baringin.
Baringin menegaskan perbuatan Ferdinand tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah luhur bangsa Indonesia. Salah satunya, toleransi yang tertuang dalam nilai Pancasila.
"Nilai toleransi yang menghormati agama yang ada di Indonesia yang satu dengan yang lain harus saling menjaga demi keutuhan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila," tegas Baringin.
Ferdinand didakwa Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau Pasal 156 atau Pasal 156a huruf a KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)