Jakarta: Peran eks Menteri Sosial Idrus Marham dalam kasus dugaan korupsi PLTU Riau-1 perlu didalami Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ahli Hukum Pidana Hery Firmansyah menyebut, ada potensi benang merah antara kasus Idrus dengan mantan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto.
Hery mengatakan, dugaan itu bisa dimaklumi. Sebab, saat itu Idrus menjabat sebagai Plt Ketua Umum Golkar, atas perintah Novanto.
"Ya kalau secara politik kayaknya kalau bicara kait mengkait, pasti ada benang merahnya ya kalau mau tarik," kata Hery di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 25 Agustus 2018.
KPK harus lebih jeli melihat relasi antara Idrus dan Novanto. Pasalnya, apa yang dilakukan Idrus, kemungkinan besar masih berkaitan dengan eks Ketua DPR RI tersebut, termasuk hubungan keduanya dengan tersangka penerima suap, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih.
"Jadi agak sulit untuk mengatakan bahwa dalam konteks ini beliau (Idrus dan Novanto) tidak punya hubungan," sebut Hery.
Hery melihat suap Rp4,8 miliar yang diterima Eni berpotensi dibagi-bagi ke pihak lain. Sebab menurutnya, ada transaksi mencurigakan dari rekening Eni, sehingga harus dibuktikan oleh KPK, apakah dana tersebut mengalir ke Idrus dan Novanto.
"(Rp 4,8 miliar) itu diberikan, tapi tidak utuh, tapi dibagi-bagi. Nah ini kan secara bertahap," tandasnya.
Sebelumnya, KPK sendiri mengamini kemungkinan benang merah antara kasus Idrus dengan Novanto. Namun hal itu masih berupa dugaan sementara.
Baca: Idrus Marham Diduga Terima Hadiah dari Bos Blackgold
"Bisa saja, tapi belum bisa kita buktikan," kata Wakil Ketua KPK Basariah Pandjaitan.
Idrus sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pembangunan proyek PLTU Riau-I. Ia bersama Eni diduga telah menerima hadiah dari bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-I.
Atas perbuatannya, Idrus dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Idrus juga disangkakan pasal 56 Pasal 56 ke-2 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan Berlanjut (Voortgezette Handeling). Dalam pasal tersebut, KPK membuka peluang benang merah keterkaitan kasus Idrus dengan pihak-pihak lain, termasuk Novanto.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/Zke0lX8b" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Peran eks Menteri Sosial Idrus Marham dalam kasus dugaan korupsi PLTU Riau-1 perlu didalami Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ahli Hukum Pidana Hery Firmansyah menyebut, ada potensi benang merah antara kasus Idrus dengan mantan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto.
Hery mengatakan, dugaan itu bisa dimaklumi. Sebab, saat itu Idrus menjabat sebagai Plt Ketua Umum Golkar, atas perintah Novanto.
"Ya kalau secara politik kayaknya kalau bicara kait mengkait, pasti ada benang merahnya ya kalau mau tarik," kata Hery di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 25 Agustus 2018.
KPK harus lebih jeli melihat relasi antara Idrus dan Novanto. Pasalnya, apa yang dilakukan Idrus, kemungkinan besar masih berkaitan dengan eks Ketua DPR RI tersebut, termasuk hubungan keduanya dengan tersangka penerima suap, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih.
"Jadi agak sulit untuk mengatakan bahwa dalam konteks ini beliau (Idrus dan Novanto) tidak punya hubungan," sebut Hery.
Hery melihat suap Rp4,8 miliar yang diterima Eni berpotensi dibagi-bagi ke pihak lain. Sebab menurutnya, ada transaksi mencurigakan dari rekening Eni, sehingga harus dibuktikan oleh KPK, apakah dana tersebut mengalir ke Idrus dan Novanto.
"(Rp 4,8 miliar) itu diberikan, tapi tidak utuh, tapi dibagi-bagi. Nah ini kan secara bertahap," tandasnya.
Sebelumnya, KPK sendiri mengamini kemungkinan benang merah antara kasus Idrus dengan Novanto. Namun hal itu masih berupa dugaan sementara.
Baca: Idrus Marham Diduga Terima Hadiah dari Bos Blackgold
"Bisa saja, tapi belum bisa kita buktikan," kata Wakil Ketua KPK Basariah Pandjaitan.
Idrus sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pembangunan proyek PLTU Riau-I. Ia bersama Eni diduga telah menerima hadiah dari bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-I.
Atas perbuatannya, Idrus dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Idrus juga disangkakan pasal 56 Pasal 56 ke-2 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan Berlanjut (Voortgezette Handeling). Dalam pasal tersebut, KPK membuka peluang benang merah keterkaitan kasus Idrus dengan pihak-pihak lain, termasuk Novanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DMR)