Jakarta: Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara diminta adil memutus perkara kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Putusan tak boleh lemah hanya karena dua pelaku dari instansi Polri.
"Kita berharap aparat penegak hukum tetap terjaga independensinya," kata pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentara Ichsan Zikri dalam telekonferensi di Jakarta, Sabtu, 13 Juni 2020.
Ichsan menyebut penegak hukum merupakan cerminan keadilan. Dua pelaku penyiram Novel dinilai jelas sudah mencoreng hal tersebut.
"Pada prinsipnya kita menghargai proses persidangan yang masih berjalan," ujar Ichsan.
(Baca: Beda Nasib Terdakwa Penyiram Air Keras di Luar Kasus Novel)
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Estu Dyah Arifiantu juga meminta hakim proporsional dalam memutus perkara. Hakim diminta bijak.
Estu menilai penggunaan Pasal 353 ayat 2 kepada para terdakwa tak tepat. Hukuman dinilai terlalu ringan.
"Apa yang dilakukan terdakwa ini dilakukan oleh anggota kepolisian dan juga saya rasa hakim harusnya menilai penggunaan Pasal 353 ayat 2 yang dituntut jaksa sudah tepat atau belum," tutur Estu.
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa penyiram air keras terhadap Novel, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, hukuman satu tahun penjara. Keduanya dinilai terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara diminta adil memutus perkara kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Putusan tak boleh lemah hanya karena dua pelaku dari instansi Polri.
"Kita berharap aparat penegak hukum tetap terjaga independensinya," kata pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentara Ichsan Zikri dalam telekonferensi di Jakarta, Sabtu, 13 Juni 2020.
Ichsan menyebut penegak hukum merupakan cerminan keadilan. Dua pelaku penyiram Novel dinilai jelas sudah mencoreng hal tersebut.
"Pada prinsipnya kita menghargai proses persidangan yang masih berjalan," ujar Ichsan.
(Baca:
Beda Nasib Terdakwa Penyiram Air Keras di Luar Kasus Novel)
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Estu Dyah Arifiantu juga meminta hakim proporsional dalam memutus perkara. Hakim diminta bijak.
Estu menilai penggunaan Pasal 353 ayat 2 kepada para terdakwa tak tepat. Hukuman dinilai terlalu ringan.
"Apa yang dilakukan terdakwa ini dilakukan oleh anggota kepolisian dan juga saya rasa hakim harusnya menilai penggunaan Pasal 353 ayat 2 yang dituntut jaksa sudah tepat atau belum," tutur Estu.
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa penyiram air keras terhadap Novel, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, hukuman satu tahun penjara. Keduanya dinilai terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)