Jakarta: Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) menjelaskan alasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) harus segera disahkan. Hal itu berkaitan dengan nasib PRT yang miris.
"Hari ini kita menghadapi persoalan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Itu juga terjadi pada PRT di Indonesia," kata Koordinator Nasional Jala PRT Lita Anggraini dalam telekonferensi, Selasa, 27 Juni 2023.
Lita mengatakan dirinya menerima pengaduan lebih dari 30 dalam satu hari. Salah satu isu laporan itu terkait korban perdagangan orang yang umumnya dilakukan penyalur tenaga kerja.
Praktik lainnya, yakni menyandera PRT di penampungan selama tiga hingga empat bulan. PRT hanya dijanjikan mendapat pekerjaan namun tidak ada jaminan.
"Kalau mereka keluar dari penampungan, harus membayar biaya makan dan hidup selama di penampungan," ujar Lita.
Lita menyebut kasus lainnya soal kekerasan hingga penipuan. Seluruh fenomena itu diharapkan mampu mengetuk nurani pemerintah dan DPR untuk mengebut pembahasan RUU PPRT.
"Karena salah satu tujuan UU ini untuk mencegah praktik-praktik perdagangan orang termasuk PRT. Selama ini sering lapor tapi tidak ditanggapi," tutur dia.
Selain itu, UU PPRT bakal menjamin pengawasan dan mekanisme penempatan PPRT. Kemudian mendapat perlindungan dan pendataan terpadu bagi PRT, pemberi kerja, hingga aparat.
"Sehingga meminimalkan praktik jatuhnya korban penyanderaan dan perdagangan orang," jelas Lita.
Jakarta: Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) menjelaskan alasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
(RUU PPRT) harus segera disahkan. Hal itu berkaitan dengan nasib PRT yang miris.
"Hari ini kita menghadapi persoalan
tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Itu juga terjadi pada PRT di Indonesia," kata Koordinator Nasional Jala PRT Lita Anggraini dalam telekonferensi, Selasa, 27 Juni 2023.
Lita mengatakan dirinya menerima pengaduan lebih dari 30 dalam satu hari. Salah satu isu laporan itu terkait korban perdagangan orang yang umumnya dilakukan penyalur tenaga kerja.
Praktik lainnya, yakni menyandera PRT di penampungan selama tiga hingga empat bulan. PRT hanya dijanjikan mendapat pekerjaan namun tidak ada jaminan.
"Kalau mereka keluar dari penampungan, harus membayar biaya makan dan hidup selama di penampungan," ujar Lita.
Lita menyebut kasus lainnya soal kekerasan hingga penipuan. Seluruh fenomena itu diharapkan mampu mengetuk nurani pemerintah dan DPR untuk mengebut pembahasan RUU PPRT.
"Karena salah satu tujuan UU ini untuk mencegah praktik-praktik perdagangan orang termasuk PRT. Selama ini sering lapor tapi tidak ditanggapi," tutur dia.
Selain itu, UU PPRT bakal menjamin pengawasan dan mekanisme penempatan PPRT. Kemudian mendapat perlindungan dan pendataan terpadu bagi PRT, pemberi kerja, hingga aparat.
"Sehingga meminimalkan praktik jatuhnya korban penyanderaan dan perdagangan orang," jelas Lita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)