Jakarta: Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ogah berkomentar soal kasus dugaan rasuah di ekspor benih lobster atau benur. Susi juga enggan merespons soal tudingan nelayan dibikin susah di era kepemimpinannya di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"No comment!" kata Susi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Kamis, 18 Maret 2021.
Eks Menteri Kelautan yang identik dengan penenggelaman kapal pencuri ikan itu memilih tutup mulut saat diberondong pertanyaan wartawan. Dia terus bungkam sambil meninggalkan kantor KPK.
Sementara itu, Inspektur Jenderal (Irjen) KKP Muhammad Yusuf membuka asal muasal uang Rp53,2 miliar di bank garansi yang disita KPK. Uang itu ada karena larangan penangkapan benur sebelum Peraturan Menteri (Permen) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster terbit.
"Di laut itu melimpah, kemudian survey rate-nya cuma 0,01 persen. Kalau enggak ditangkap, enggak diambil, akan mubazir. Mati dia," ujar Yusuf.
Yusuf mengatakan larangan penangkapan benih lobster dicetuskan Susi. Kebijakan Susi dianggap mencekik nelayan lobster.
Baca: KKP Klaim Duit Rp53,2 M di Bank Garansi Bukan Hasil Pungli
"Kemudian kondisi covid-19, nelayan penangkap itu kan perlu cari nafkah. Nah tadi, dibukalah peluang untuk mengizinkan menangkap BBL (benih benih lobster) tadi dan itu diekspor," tutur Yusuf.
KKP tidak bisa membiarkan benih lobster yang melimpah tak dimanfaatkan. Akhirnya, kata Yusuf, KKP membuat aturan tentang ekspor benih lobster.
"Asumsi kemudian kita juga memberikan harga minimum, minimal kepada para eksportir bahwa membeli daripada nelayan itu," ucap Yusuf.
KKP akhirnya memberikan harga Rp5 ribu untuk satu benih lobster jenis pasir. Harga Rp10 ribu dipatok untuk benih lobster jenis nikel.
Pengekspor pun bisa menjual benur ke Vietnam dengan aturan tersebut. Namun, setelah dihitung ulang, negara tidak mendapatkan keuntungan dari kebijakan yang dibuat di era Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Padahal seluruh sumber daya alam tuh mesti ada hak untuk negara," kata Yusuf.
KKP akhirnya meminta Kementerian Keuangan membuat regulasi yang membantu Permen Nomor 12 Tahun 2020. Aturan yang dikeluarkan terkait biaya khusus untuk mengeskpor benih lobster.
"Oleh Kementerian (Keuangan) digabung menjadi PNBP (penerimaan negara bukan pajak)," kata Yusuf.
Namun, saat itu peraturan pemerintah tentang PNBP ekspor benih lobster belum keluar. Pemerintah mengutamakan peraturan tentang cipta kerja.
KKP belum menerima keuntungan atas ekspor benur saat itu. Namun, pengekspor benur membuat perjanjian untuk memberikan jaminan kepada KKP.
Jakarta: Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ogah berkomentar soal kasus dugaan rasuah di ekspor benih lobster atau benur. Susi juga enggan merespons soal tudingan nelayan dibikin susah di era kepemimpinannya di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"
No comment!" kata Susi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan
Korupsi (
KPK), Jakarta Selatan, Kamis, 18 Maret 2021.
Eks Menteri Kelautan yang identik dengan penenggelaman kapal pencuri ikan itu memilih tutup mulut saat diberondong pertanyaan wartawan. Dia terus bungkam sambil meninggalkan kantor KPK.
Sementara itu, Inspektur Jenderal (Irjen) KKP Muhammad Yusuf membuka asal muasal uang Rp53,2 miliar di bank garansi yang disita KPK. Uang itu ada karena larangan penangkapan benur sebelum Peraturan Menteri (Permen) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster terbit.
"Di laut itu melimpah, kemudian
survey rate-nya cuma 0,01 persen. Kalau enggak ditangkap, enggak diambil, akan mubazir. Mati dia," ujar Yusuf.
Yusuf mengatakan larangan penangkapan benih lobster dicetuskan Susi. Kebijakan Susi dianggap mencekik nelayan lobster.
Baca:
KKP Klaim Duit Rp53,2 M di Bank Garansi Bukan Hasil Pungli
"Kemudian kondisi covid-19, nelayan penangkap itu kan perlu cari nafkah. Nah tadi, dibukalah peluang untuk mengizinkan menangkap BBL (benih benih lobster) tadi dan itu diekspor," tutur Yusuf.
KKP tidak bisa membiarkan benih lobster yang melimpah tak dimanfaatkan. Akhirnya, kata Yusuf, KKP membuat aturan tentang ekspor benih lobster.
"Asumsi kemudian kita juga memberikan harga minimum, minimal kepada para eksportir bahwa membeli daripada nelayan itu," ucap Yusuf.
KKP akhirnya memberikan harga Rp5 ribu untuk satu benih lobster jenis pasir. Harga Rp10 ribu dipatok untuk benih lobster jenis nikel.
Pengekspor pun bisa menjual benur ke Vietnam dengan aturan tersebut. Namun, setelah dihitung ulang, negara tidak mendapatkan keuntungan dari kebijakan yang dibuat di era Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo.
"Padahal seluruh sumber daya alam tuh mesti ada hak untuk negara," kata Yusuf.
KKP akhirnya meminta Kementerian Keuangan membuat regulasi yang membantu Permen Nomor 12 Tahun 2020. Aturan yang dikeluarkan terkait biaya khusus untuk mengeskpor benih lobster.
"Oleh Kementerian (Keuangan) digabung menjadi PNBP (penerimaan negara bukan pajak)," kata Yusuf.
Namun, saat itu peraturan pemerintah tentang PNBP ekspor benih lobster belum keluar. Pemerintah mengutamakan peraturan tentang cipta kerja.
KKP belum menerima keuntungan atas ekspor benur saat itu. Namun, pengekspor benur membuat perjanjian untuk memberikan jaminan kepada KKP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)