Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil ibu rumah tangga Devi Komalasari pada Kamis, 4 Februari 2021. Devi dipanggil untuk dikonfirmasi soal dugaan penerimaan barang mewah dari staf khusus menteri kelautan dan perikanan, Andreau Pribadi Misanta.
"Devi diperiksa dan dikonfirmasi tim penyidik KPK terkait adanya barang di antaranya berupa perhiasan, jam tangan mewah, dan barang lainnya yang diduga diterima oleh saksi dari tersangka AMP (Andreau Pribadi Misanta)," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Sabtu, 6 Februari 2021.
Ali enggan memerinci barang dan jumlah yang diduga diberikan Andreau ke Devi. Waktu pemberiannya pun belum bisa diungkap dengan alasan menjaga kerahasian proses penyidikan.
"Mengenai jenis dan jumlah barang tersebut akan didalami dan dikonfirmasi lebih lanjut kepada pihak-pihak lain," ujar Ali.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Baca: KPK Selisik Asal-usul Tanah Milik Edhy Prabowo
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) memanggil ibu rumah tangga Devi Komalasari pada Kamis, 4 Februari 2021. Devi dipanggil untuk dikonfirmasi soal dugaan penerimaan barang mewah dari staf khusus menteri kelautan dan perikanan, Andreau Pribadi Misanta.
"Devi diperiksa dan dikonfirmasi tim penyidik KPK terkait adanya barang di antaranya berupa perhiasan, jam tangan mewah, dan barang lainnya yang diduga diterima oleh saksi dari tersangka AMP (Andreau Pribadi Misanta)," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Sabtu, 6 Februari 2021.
Ali enggan memerinci barang dan jumlah yang diduga diberikan Andreau ke Devi. Waktu pemberiannya pun belum bisa diungkap dengan alasan menjaga kerahasian proses penyidikan.
"Mengenai jenis dan jumlah barang tersebut akan didalami dan dikonfirmasi lebih lanjut kepada pihak-pihak lain," ujar Ali.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Baca:
KPK Selisik Asal-usul Tanah Milik Edhy Prabowo
Diduga, ada
monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)