Jakarta: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diminta menertibkan karangan bunga untuk terdakwa kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Benny Tjokrosaputro. Karangan bunga sebagai dukungan untuk Benny memenuhi area depan hingga trotoar gedung pengadilan sejak sidang perdana Rabu, 3 Juni 2020.
"Baliho karangan bunga tersebut kami pahami sebagai bentuk dukungan kepada terdakwa dan berpotensi memengaruhi hakim dalam persidangan," kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman di Jakarta, Jumat, 12 Juni 2020.
Karangan bunga itu bertuliskan 'Semangat ya Pak Bentjok, jangan mau jadi kambing hitam Jiwasraya. Kecuali singa, harimau, dan badak dijadikan hitam juga'. Karangan bunga berasal dari penikmat jagung rebus.
Karangan bunga lainnya bertuliskan 'Tuhan berkati Bentjok'. Kemudian, 'Bentjok bukan pelaku utama'. Boyamin menilai penempatan karangan bunga itu tidak etis dan tidak pada tempatnya.
"Kami yakin pembuat baliho karangan bunga sebagaimana dalam foto dimaksudkan untuk upaya membebaskan para terdakwa dugaan korupsi Jiwasraya dengan cara-cara di luar persidangan," ujar Boyamin.
(Baca: Persidangan Kasus Jiwasraya Diyakini Jalan Terus)
Karangan bunga untuk mendukung terdakwa Benny Tjokrosaputro. Medcom.id/Siti Yona Hukmana
Boyamin akan mengirimkan surat ke Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tembusan Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung. Dia ingin karangan bunga ditertibkan.
Boyamin menegaskan pengadilan adalah lembaga netral yang tidak berpihak kepada siapa pun kecuali kebenaran dan keadilan. "Hakim harus bersikap adil dan tidak berpihak sebagaimana dirumuskan dalam kode etik," tutur Boyamin.
Dia meminta para pendukung terdakwa tidak melakukan upaya intervensi kepada hakim. Dukungan dapat diberikan melalui penasihat hukum. "Pembelaan tersebut telah diberi ruang dalam bentuk pembacaan eksepsi pada Rabu, 10 Juni 2020," ujar dia.
Pemasangan karangan bunga itu diyakini tidak mendapat izin dari kepolisian setempat. Padahal, tindakan itu sebagai bentuk penyaluran aspirasi sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
"Sehingga harus terdapat izin dari kepolisian setempat dan jika tidak ada izin harus dilarang," kata dia.
Jakarta: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diminta menertibkan karangan bunga untuk terdakwa kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Benny Tjokrosaputro. Karangan bunga sebagai dukungan untuk Benny memenuhi area depan hingga trotoar gedung pengadilan sejak sidang perdana Rabu, 3 Juni 2020.
"Baliho karangan bunga tersebut kami pahami sebagai bentuk dukungan kepada terdakwa dan berpotensi memengaruhi hakim dalam persidangan," kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman di Jakarta, Jumat, 12 Juni 2020.
Karangan bunga itu bertuliskan 'Semangat ya Pak Bentjok, jangan mau jadi kambing hitam Jiwasraya. Kecuali singa, harimau, dan badak dijadikan hitam juga'. Karangan bunga berasal dari penikmat jagung rebus.
Karangan bunga lainnya bertuliskan 'Tuhan berkati Bentjok'. Kemudian, 'Bentjok bukan pelaku utama'. Boyamin menilai penempatan karangan bunga itu tidak etis dan tidak pada tempatnya.
"Kami yakin pembuat baliho karangan bunga sebagaimana dalam foto dimaksudkan untuk upaya membebaskan para terdakwa dugaan korupsi Jiwasraya dengan cara-cara di luar persidangan," ujar Boyamin.
(Baca:
Persidangan Kasus Jiwasraya Diyakini Jalan Terus)
Karangan bunga untuk mendukung terdakwa Benny Tjokrosaputro. Medcom.id/Siti Yona Hukmana
Boyamin akan mengirimkan surat ke Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tembusan Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung. Dia ingin karangan bunga ditertibkan.
Boyamin menegaskan pengadilan adalah lembaga netral yang tidak berpihak kepada siapa pun kecuali kebenaran dan keadilan. "Hakim harus bersikap adil dan tidak berpihak sebagaimana dirumuskan dalam kode etik," tutur Boyamin.
Dia meminta para pendukung terdakwa tidak melakukan upaya intervensi kepada hakim. Dukungan dapat diberikan melalui penasihat hukum. "Pembelaan tersebut telah diberi ruang dalam bentuk pembacaan eksepsi pada Rabu, 10 Juni 2020," ujar dia.
Pemasangan karangan bunga itu diyakini tidak mendapat izin dari kepolisian setempat. Padahal, tindakan itu sebagai bentuk penyaluran aspirasi sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
"Sehingga harus terdapat izin dari kepolisian setempat dan jika tidak ada izin harus dilarang," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(REN)