Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menetapkan lagi eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Hingga kini, surat perintah penyidikan (sprindik) yang ada masih bersifat umum.
"Kita (baru) terbitkan sprindik umum tanpa menyebutkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Selasa, 14 Mei 2024.
Alex menyebut pihaknya menyesuaikan kasus itu sesuai dengan putusan hakim tunggal dalam praperadilan Eddy. Penyidik kini mengikuti aturan main dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
KPK kini mencari bukti untuk menetapkan tersangka di kasus penerimaan suap dan gratifikasi itu di tahap penyidikan. Masyarakat diminta bersabar sampai status hukum baru diberikan oleh Lembaga Antirasuah.
“Pada tahap penyidikan itu lah nanti akan dikumpulkan dicari alat buktinya, dan berdasarkan alat bukti yang cukup yang diperoleh di tahap penyidikan, menunjukkan siapa pelaku dari pidana itu baru nanti kemudian kita tetapkan sebagai tersangka. Mekanismenya seperti itu,” ujar Alex.
Sebelumnya, ICW mempertanyakan tindak lanjut kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi yang menyeret mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy. Lembaga Antirasuah dicurigai menghentikan perkara itu.
“Kami mencurigai ada upaya dari KPK untuk menghentikan penyidikan perkara tersebut atau melimpahkannya ke aparat penegak hukum lain,” kata Peneliti dari ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis, Rabu, 3 April 2024.
Kurnia mengatakan tuduhan itu didasari tidak adanya tindak lanjut dari KPK dalam penanganan perkara tersebut. Lembaga Antirasuah juga dinilai lambat dalam membuat surat perintah penyidikan (sprindik) untuk menjerat Eddy sebagai tersangka.
“Bagaimana tidak, bila dibandingkan dengan tersangka lain yang karakteristik permasalahannya hampir serupa, seperti Ilham Arief Sirajuddin atau Setya Novanto (dua tersangka yang permohonan praperadilannya pernah dikabulkan), tindak lanjut KPK tidak lama seperti saat ini,” ucap Kurnia.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) belum menetapkan lagi eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Hingga kini, surat perintah penyidikan (sprindik) yang ada masih bersifat umum.
"Kita (baru) terbitkan sprindik umum tanpa menyebutkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Selasa, 14 Mei 2024.
Alex menyebut pihaknya menyesuaikan kasus itu sesuai dengan putusan hakim tunggal dalam praperadilan Eddy. Penyidik kini mengikuti aturan main dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
KPK kini mencari bukti untuk menetapkan tersangka di kasus penerimaan suap dan gratifikasi itu di tahap penyidikan. Masyarakat diminta bersabar sampai status hukum baru diberikan oleh Lembaga Antirasuah.
“Pada tahap penyidikan itu lah nanti akan dikumpulkan dicari alat buktinya, dan berdasarkan alat bukti yang cukup yang diperoleh di tahap penyidikan, menunjukkan siapa pelaku dari pidana itu baru nanti kemudian kita tetapkan sebagai tersangka. Mekanismenya seperti itu,” ujar Alex.
Sebelumnya, ICW mempertanyakan tindak lanjut kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi yang menyeret mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy. Lembaga Antirasuah dicurigai menghentikan perkara itu.
“Kami mencurigai ada upaya dari KPK untuk menghentikan penyidikan perkara tersebut atau melimpahkannya ke aparat penegak hukum lain,” kata Peneliti dari ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis, Rabu, 3 April 2024.
Kurnia mengatakan tuduhan itu didasari tidak adanya tindak lanjut dari
KPK dalam penanganan perkara tersebut. Lembaga Antirasuah juga dinilai lambat dalam membuat surat perintah penyidikan (sprindik) untuk menjerat Eddy sebagai tersangka.
“Bagaimana tidak, bila dibandingkan dengan tersangka lain yang karakteristik permasalahannya hampir serupa, seperti Ilham Arief Sirajuddin atau Setya Novanto (dua tersangka yang permohonan praperadilannya pernah dikabulkan), tindak lanjut KPK tidak lama seperti saat ini,” ucap Kurnia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)