Jakarta: Tim Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) Berat Masa Lalu mengungkap penyebab terjadinya belasan pelanggaran HAM berat di Indonesia. Berdasarkan ringkasan Tim PPHAM, pertemuan antara faktor kesadaran ideologis dan kepentingan material menjadi penyebab utama.
"Posisi negara dalam menjalankan kebijakan dan pengaturan berbentuk tindakan terkait berbagai situasi itu lah yang menjadi penyebab terjadinya pelanggaran HAM yang berat di masa lalu. Tindakan negara itu, dalam temuan lapangan, menjadi penyebab jatuhnya korban," demikian bunyi ringkasan eksekutif Tim PPHAM dikutip pada Jumat, 13 Januari 2023.
Tim mengelompokkan tindakan negara dalam dua kategori. Pertama, tindakan yang secara normatif merupakan bagian dari tindakan pelanggaran HAM berat, antara lain pembunuhan, penyiksaan, penculikan atau penghilangan orang secara paksa, pengusiran, penganiayaan dan atau kekerasan, serta perkosaan dan kekerasan seksual lainnya.
Kedua, tindakan lain yang meneguhkan terjadinya pelanggaran HAM berat, antar lain pengambilalihan properti secara paksa, kerja paksa, penjarahan, perusakan, dan pembakaran properti seperti rumah maupun tempat ibadah. Kemudian, penghilangan status kewarganegaraan, pengancaman, pemebrian stigma dan diskriminasi sistematis, maupun penghilangan hak-hak sipil politik dan sosial ekonomi.
"Akibat tindakan-tindakan tersebut, para korban mengalami kematian, luka-luka fisik, kerugian material, tekanan mental/psikologis, kerugian sosial, stigma, dan diskriminasi," kata Tim PPHAM.
Tim PPHAM merekomendasikan 11 tindakan kepada Presiden Joko Widodo selaku Kepala Negara. Salah satu yang sudah dilakukan adalah menyampaikan pengakuan dan penyesalan atas terjadinya pelanggaran HAM berat masa lalu seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada Rabu, 11 Januari 2023.
Sebanyak 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui Presiden, di antaranya Peristiwa 1965-1966 (Peristiwa 65), Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985 (Kasus Petrus) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998.
Berikutnya Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999, Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Jakarta: Tim Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran
Hak Asasi Manusia (PPHAM) Berat Masa Lalu mengungkap penyebab terjadinya belasan pelanggaran HAM berat di Indonesia. Berdasarkan ringkasan Tim PPHAM, pertemuan antara faktor kesadaran ideologis dan kepentingan material menjadi penyebab utama.
"Posisi negara dalam menjalankan kebijakan dan pengaturan berbentuk tindakan terkait berbagai situasi itu lah yang menjadi penyebab terjadinya pelanggaran
HAM yang berat di masa lalu. Tindakan negara itu, dalam temuan lapangan, menjadi penyebab jatuhnya korban," demikian bunyi ringkasan eksekutif Tim PPHAM dikutip pada Jumat, 13 Januari 2023.
Tim mengelompokkan
tindakan negara dalam dua kategori. Pertama, tindakan yang secara normatif merupakan bagian dari tindakan pelanggaran HAM berat, antara lain pembunuhan, penyiksaan, penculikan atau penghilangan orang secara paksa, pengusiran, penganiayaan dan atau kekerasan, serta perkosaan dan kekerasan seksual lainnya.
Kedua, tindakan lain yang meneguhkan terjadinya pelanggaran HAM berat, antar lain pengambilalihan properti secara paksa, kerja paksa, penjarahan, perusakan, dan pembakaran properti seperti rumah maupun tempat ibadah. Kemudian, penghilangan status kewarganegaraan, pengancaman, pemebrian stigma dan diskriminasi sistematis, maupun penghilangan hak-hak sipil politik dan sosial ekonomi.
"Akibat tindakan-tindakan tersebut, para korban mengalami kematian, luka-luka fisik, kerugian material, tekanan mental/psikologis, kerugian sosial, stigma, dan diskriminasi," kata Tim PPHAM.
Tim PPHAM merekomendasikan 11 tindakan kepada Presiden Joko Widodo selaku Kepala Negara. Salah satu yang sudah dilakukan adalah menyampaikan pengakuan dan penyesalan atas terjadinya pelanggaran HAM berat masa lalu seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada Rabu, 11 Januari 2023.
Sebanyak 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui Presiden, di antaranya Peristiwa 1965-1966 (Peristiwa 65), Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985 (Kasus Petrus) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998.
Berikutnya Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999, Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)