Jakarta: Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar menyebut Indonesia tidak menoleransi tindakan-tindakan radikalisme dan kekerasan untuk mencapai tujuan tertentu. Dia menegaskan akan menghentikan kegiatan tersebut.
"Tidak ada tempat bagi siapa pun yang ingin mencapai tujuan, apalagi tujuan politik, mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) dengan mengerahkan anak-anak muda, dan mengarah pada aksi-aksi yang mengarah pada kekerasan," kata Boy di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Senin, 20 Juni 2022.
Boy mengatakan kegiatan radikalisme dilarang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Persiapan unsur kekerasan yang mengarah pada aksi terorisme dapat dijerat undang-undang tersebut.
"Jadi, ketika sudah akan melakukan persiapan, rapat melaksanakan pelatihan, dianggap sebagai sebuah perbuatan awalan untuk dilakukannya kegiatan-kegiatan yang mengarah pada kekerasan," ungkap jenderal polisi bintang tiga itu.
Boy berharap generasi muda Indonesia mewaspadai ajakan untuk bergabung dengan NII. Menurut dia, ajakan itu bisa membuat diri sesat dan disorientasi terhadap bangsa sendiri.
"Kita tidak ingin generasi muda kita sendiri di masa depan menjadi generasi yang disorientasi terhadap bangsanya sendiri, dia tidak tahu bangsanya, nilai-nilai luhurnya apa, dasar negaranya apa, ideologinya apa, kita tidak ingin jadi bangsa yang mudah dipengaruhi faktor-faktor eksternal dan kita menjadi bangsa yang rapuh," ujar Boy.
Baca: Eks Pendiri NII: Khilafatul Muslimin NII Gaya Baru
BNPT akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah, kesatuan bangsa dan politik (Kesbangpol) se-Indonesia melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Koordinasi dilakukan untuk mengantisipasi pihak-pihak yang menyelenggarakan kegiatan dengan mengatasnamakan Negara Islam Indonesia.
"Karena tentu ini sesuatu hal yang tidak memberikan pendidikan positif buat anak bangsa kita," ucap Boy.
Boy tak ingin makin banyak anak-anak muda diproses hukum seperti di Sumatra Barat (Sumbar). Ada 17 anak-anak yang berurusan dengan hukum karena terlibat dengan NII.
"Tentu kita tidak ingin, kenapa harus ada yang diproses hukum, karena melakukan persiapan yang dapat mengarah pada terjadinya aksi-aksi kekerasan. Dari intoleransi menjadi radikal kekerasan yang dijadikan sarana untuk pencapaian tujuan," kata dia.
Jakarta: Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (
BNPT) Komjen Boy Rafli Amar menyebut Indonesia tidak menoleransi tindakan-tindakan
radikalisme dan kekerasan untuk mencapai tujuan tertentu. Dia menegaskan akan menghentikan kegiatan tersebut.
"Tidak ada tempat bagi siapa pun yang ingin mencapai tujuan, apalagi tujuan politik, mendirikan Negara Islam Indonesia (
NII) dengan mengerahkan anak-anak muda, dan mengarah pada aksi-aksi yang mengarah pada kekerasan," kata Boy di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Senin, 20 Juni 2022.
Boy mengatakan kegiatan radikalisme dilarang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Persiapan unsur kekerasan yang mengarah pada aksi terorisme dapat dijerat undang-undang tersebut.
"Jadi, ketika sudah akan melakukan persiapan, rapat melaksanakan pelatihan, dianggap sebagai sebuah perbuatan awalan untuk dilakukannya kegiatan-kegiatan yang mengarah pada kekerasan," ungkap jenderal polisi bintang tiga itu.
Boy berharap generasi muda Indonesia mewaspadai ajakan untuk bergabung dengan NII. Menurut dia, ajakan itu bisa membuat diri sesat dan disorientasi terhadap bangsa sendiri.
"Kita tidak ingin generasi muda kita sendiri di masa depan menjadi generasi yang disorientasi terhadap bangsanya sendiri, dia tidak tahu bangsanya, nilai-nilai luhurnya apa, dasar negaranya apa, ideologinya apa, kita tidak ingin jadi bangsa yang mudah dipengaruhi faktor-faktor eksternal dan kita menjadi bangsa yang rapuh," ujar Boy.
Baca:
Eks Pendiri NII: Khilafatul Muslimin NII Gaya Baru
BNPT akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah, kesatuan bangsa dan politik (Kesbangpol) se-Indonesia melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Koordinasi dilakukan untuk mengantisipasi pihak-pihak yang menyelenggarakan kegiatan dengan mengatasnamakan Negara Islam Indonesia.
"Karena tentu ini sesuatu hal yang tidak memberikan pendidikan positif buat anak bangsa kita," ucap Boy.
Boy tak ingin makin banyak anak-anak muda diproses hukum seperti di Sumatra Barat (Sumbar). Ada 17 anak-anak yang berurusan dengan hukum karena terlibat dengan NII.
"Tentu kita tidak ingin, kenapa harus ada yang diproses hukum, karena melakukan persiapan yang dapat mengarah pada terjadinya aksi-aksi kekerasan. Dari intoleransi menjadi radikal kekerasan yang dijadikan sarana untuk pencapaian tujuan," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)