Jakarta: Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Richard Joost (RJ) Lino divonis bersalah dalam kasus korupsi pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) twin lift berkapasitas 61 ton pada PT Pelindo II. Kasus itu merugikan keuangan negara hingga USD1,99 juta atau sekitar Rp28 miliar.
Namun, Lino tidak mendapatkan hukuman uang pengganti. Pihak yang akan membayar kerugian negara dalam kasus ini pun tidak ada dalam putusan kasus.
Menanggapi itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan terburu-buru mengajukan banding untuk mempermasalahkan pihak yang akan mengganti kerugian negara. Lembaga Antikorupsi mau mempelajari keseluruhan putusan kasus terlebih dahulu.
"Sejauh tim Jaksa maupun terdakwa masih pikir-pikir," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri kepada Medcom.id, Kamis, 16 Desember 2021.
Baca: KPK Legawa Perhitungan Negara di Kasus RJ Lino Masih Dianulir Hakim
Hingga kini, kubu Lino dan KPK masih mengambil langkah untuk pikir-pikir. Status putusan di kasus ini masih belum berkekuatan hukum tetap.
Masyarakat diminta bersabar. KPK enggan terburu-buru mengambil langkah tanpa kesiapan yang matang.
"Kita tunggu dulu perkembangan perkara terdakwa RJ Lino ini," tutur Ali.
Lino divonis empat tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Dia terbukti bersalah melakukan korupsi pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) twin lift berkapasitas 61 ton pada PT Pelindo II.
RJ Lino terbukti menguntungkan korporasi serta menyalahgunakan kewenangannya yang mengakibatkan kerugian negara USD1,997 juta. Korporasi yang diuntungkan sekaligus perusahaan yang menggarap QCC adalah Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd. (HDHM) asal Tiongkok.
Jakarta: Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelabuhan Indonesia
(Pelindo) II Richard Joost
(RJ) Lino divonis bersalah dalam
kasus korupsi pengadaan tiga unit
quay container crane (QCC) twin lift berkapasitas 61 ton pada PT Pelindo II. Kasus itu merugikan keuangan negara hingga USD1,99 juta atau sekitar Rp28 miliar.
Namun, Lino tidak mendapatkan hukuman uang pengganti. Pihak yang akan membayar kerugian negara dalam kasus ini pun tidak ada dalam putusan kasus.
Menanggapi itu, Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) enggan terburu-buru mengajukan banding untuk mempermasalahkan pihak yang akan mengganti kerugian negara. Lembaga Antikorupsi mau mempelajari keseluruhan putusan kasus terlebih dahulu.
"Sejauh tim Jaksa maupun terdakwa masih pikir-pikir," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri kepada Medcom.id, Kamis, 16 Desember 2021.
Baca:
KPK Legawa Perhitungan Negara di Kasus RJ Lino Masih Dianulir Hakim
Hingga kini, kubu Lino dan KPK masih mengambil langkah untuk pikir-pikir. Status putusan di kasus ini masih belum berkekuatan hukum tetap.
Masyarakat diminta bersabar. KPK enggan terburu-buru mengambil langkah tanpa kesiapan yang matang.
"Kita tunggu dulu perkembangan perkara terdakwa RJ Lino ini," tutur Ali.
Lino divonis empat tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Dia terbukti bersalah melakukan korupsi pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) twin lift berkapasitas 61 ton pada PT Pelindo II.
RJ Lino terbukti menguntungkan korporasi serta menyalahgunakan kewenangannya yang mengakibatkan kerugian negara USD1,997 juta. Korporasi yang diuntungkan sekaligus perusahaan yang menggarap QCC adalah Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd. (HDHM) asal Tiongkok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)