Jakarta: Pemerintah diminta memperkuat legislasi pemberantasan korupsi supaya praktik rasuah bisa ditekan. Hal itu menyusul merosotnya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia.
“Mendesak pemerintah segera memperkuat legislasi pemberantasan korupsi dengan memprioritaskan program legislasi nasional,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Jumat, 29 Januari 2021.
Prioritas itu mencakup perbaikan Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, dia mendesak pengesahan Rancangan UU (RUU) Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai.
Baca: IPK Merosot Cerminan Strategi Pemberantasan Korupsi Masih Buram
Presiden Joko Widodo, kata Kurnia, perlu fokus menjalankan strategi nasional pencegahan korupsi (stranas PK). Hal ini diperlukan untuk memastikan ada kemajuan dan hasil dari implementasi program, ketimbang aspek seremonial.
“Presiden harus bertanggung jawab penuh untuk memastikan bahwa program pencegahan korupsi berjalan efektif di semua lembaga pemerintahan, termasuk BUMN, dan BUMD,” papar Kurnia.
Kurnia meminta seluruh jajaran pemerintahan tidak mengecilkan peran penindakan korupsi. Pasalnya, pencegahan dan pemberantasan korupsi menjadi langkah menekan praktik rasuah yang sama-sama kuat.
Transparansi Internasional Indonesia (TII) membeberkan skor IPK pada 2020. Skor dan peringkat Indonesia turun.
"IPK Indonesia pada 2020 ini berada pada skor 37 dengan peringkat 102. Skor ini turun tiga poin dari 2019 lalu," kata peneliti TII Wawan Suyatmiko melalui telekonferensi di Jakarta, Kamis, 28 Januari 2021.
Pada 2019, Indonesia mendapatkan skor IPK 40 dan menduduki posisi ke 85 dari 180 negara. Penurunan ini dapat diartikan kualitas penanganan korupsi di Indonesia berkurang.
Jakarta: Pemerintah diminta memperkuat legislasi pemberantasan
korupsi supaya praktik rasuah bisa ditekan. Hal itu menyusul merosotnya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia.
“Mendesak pemerintah segera memperkuat legislasi pemberantasan korupsi dengan memprioritaskan program legislasi nasional,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Jumat, 29 Januari 2021.
Prioritas itu mencakup perbaikan Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, dia mendesak pengesahan Rancangan UU (RUU) Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai.
Baca:
IPK Merosot Cerminan Strategi Pemberantasan Korupsi Masih Buram
Presiden
Joko Widodo, kata Kurnia, perlu fokus menjalankan strategi nasional pencegahan korupsi (stranas PK). Hal ini diperlukan untuk memastikan ada kemajuan dan hasil dari implementasi program, ketimbang aspek seremonial.
“Presiden harus bertanggung jawab penuh untuk memastikan bahwa program pencegahan korupsi berjalan efektif di semua lembaga pemerintahan, termasuk BUMN, dan BUMD,” papar Kurnia.
Kurnia meminta seluruh jajaran pemerintahan tidak mengecilkan peran penindakan korupsi. Pasalnya, pencegahan dan pemberantasan korupsi menjadi langkah menekan praktik rasuah yang sama-sama kuat.
Transparansi Internasional Indonesia (TII) membeberkan skor IPK pada 2020. Skor dan peringkat Indonesia turun.
"IPK Indonesia pada 2020 ini berada pada skor 37 dengan peringkat 102. Skor ini turun tiga poin dari 2019 lalu," kata peneliti TII Wawan Suyatmiko melalui telekonferensi di Jakarta, Kamis, 28 Januari 2021.
Pada 2019, Indonesia mendapatkan skor IPK 40 dan menduduki posisi ke 85 dari 180 negara. Penurunan ini dapat diartikan kualitas penanganan korupsi di Indonesia berkurang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)