Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memutuskan banding atau menerima vonis lima tahun bui terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Hukuman sesuai tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Sebagaimana dinyatakan tim JPU KPK dalam sidang putusan, kami masih bersikap pikir-pikir terkait putusan tersebut," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangan tertulis, Jumat, 16 Juli 2021.
Edhy divonis selama lima tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. Hukuman itu serupa dengan tuntutan JPU KPK.
Politikus Gerindra itu pikir-pikir terkait putusan hakim. Edhy belum memutuskan banding atau menerima putusan.
"Saya sedih hasil ini tidak sesuai dengan fakta persidangan. Tapi ya ini lah proses peradilan di kita, saya akan terus melakukan prosesnya," ujar Edhy usai persidangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Juli 2021.
(Baca: Hakim Perintahkan Uang Rp51,7 Miliar di Bank Garansi Diambil untuk Negara)
Edhy terbukti menerima suap terkait izin ekspor BBL. Majelis hakim menilai Edhy terbukti menerima suap total Rp25,7 miliar atas pengadaan ekspor benur.
Seluruh pemberian fulus tersebut untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budi daya lobster dan izin ekspor BBL kepada perusahaan-perusahaan pengekspor. Uang diberikan bertahap selama Februari hingga November 2020.
Perbuatan Edhy melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain hukuman pokok, Edhy juga dikenakan membayar uang pengganti sebesar Rp9.687.447.219 dan US$77 ribu (sekitar Rp1,12 miliar). Hak dipilih dalam jabatan publik juga dicabut selama tiga tahun.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) belum memutuskan banding atau menerima vonis lima tahun bui terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo. Hukuman sesuai tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Sebagaimana dinyatakan tim JPU KPK dalam sidang putusan, kami masih bersikap pikir-pikir terkait putusan tersebut," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangan tertulis, Jumat, 16 Juli 2021.
Edhy divonis selama lima tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. Hukuman itu serupa dengan tuntutan JPU KPK.
Politikus Gerindra itu pikir-pikir terkait putusan hakim. Edhy belum memutuskan banding atau menerima putusan.
"Saya sedih hasil ini tidak sesuai dengan fakta persidangan. Tapi ya ini lah proses peradilan di kita, saya akan terus melakukan prosesnya," ujar Edhy usai persidangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Juli 2021.
(Baca:
Hakim Perintahkan Uang Rp51,7 Miliar di Bank Garansi Diambil untuk Negara)
Edhy terbukti menerima suap terkait izin ekspor BBL. Majelis hakim menilai Edhy terbukti menerima suap total Rp25,7 miliar atas pengadaan ekspor benur.
Seluruh pemberian fulus tersebut untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budi daya lobster dan izin ekspor BBL kepada perusahaan-perusahaan pengekspor. Uang diberikan bertahap selama Februari hingga November 2020.
Perbuatan Edhy melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain hukuman pokok, Edhy juga dikenakan membayar uang pengganti sebesar Rp9.687.447.219 dan US$77 ribu (sekitar Rp1,12 miliar). Hak dipilih dalam jabatan publik juga dicabut selama tiga tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)