Jakarta: Indonesia Judicial Research Society (IJRS) setuju dengan rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum bentukan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Tim ini merekomendasikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi massal kepada narapidana narkoba.
Direktur IJRS Dio Ashar Wicaksana menilai pengguna narkotika tak perlu dipidana. Dio membagi pengguna narkotika dalam dua kategori, yakni pecandu dan penyalahguna. Menurutnya, pecandu merupakan korban penyalahguna narkotika yang memerlukan intervensi medis melalui rehabilitasi atau rawat jalan.
"Lalu kalau pengguna rekreasional yang tidak kecanduan, sebenernya tidak perlu dipidana juga. Tindak pidana narkotika seharusnya fokus ke peredaran gelapnya," kata Dio kepada Media Indonesia, Sabtu, 16 September 2023.
Sebelumnya, Tim Percepatan Reformasi Hukum kelompok kerja Reformasi Lembaga Peradilan dan Penegakan Hukum menilai grasi massal diperlukan untuk menghindari kondisi overcrowded atau penuhnya lembaga pemasyarakatan (LP).
Menyitir data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM per Mei 2023, total penghuni LP dan rumah tahanan mencapai 266.216 orang dengan total kapasitas hanya untuk 135.900 orang. Artinya, angka persentase penghuni terhadap kapasitas mencapai 195,89 persen.
"Dari total angka tersebut, perkara narkotika mencapai total jumlah 138.377 orang. Hal ini mengindikasikan perkara narkotika berkontribusi terhadap tingginya angka overcrowding LP di Indonesia," terang Dio.
Namun, ia berpendapat pemberian grasi massal bagi penyalahguna narkotika hanyalah solusi jangka pendek. Adapun solusi jangka panjangnya dengan merevisi Undang-Undang Nomor 35/2009 tentang Narkotika, khususnya Pasal 111-116.
Menurut Dio, beleid tersebut mengatur hukuman penjara bagi orang yang memiliki, menyimpan atau menguasai narkotika dipenjara. Ia menyebut, peruntukkan pasal-pasal itu awalnya untuk para pengedar.
"Logikanya enggak mungkin kan orang yang menggunakan tapi enggak memiliki. Padahal awalnya pasal ini ditujukan untuk pengedar. Tapi (penyalahguna) tidak dibuktikan adanya niat melawan hukum. Jadi sekadar ada narkotika saja harus dipenjara," bebernya.
Jakarta: Indonesia Judicial Research Society (IJRS) setuju dengan rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum bentukan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Tim ini merekomendasikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi massal kepada narapidana
narkoba.
Direktur IJRS Dio Ashar Wicaksana menilai pengguna narkotika tak perlu dipidana. Dio membagi pengguna narkotika dalam dua kategori, yakni pecandu dan penyalahguna. Menurutnya, pecandu merupakan korban penyalahguna narkotika yang memerlukan intervensi medis melalui rehabilitasi atau rawat jalan.
"Lalu kalau pengguna rekreasional yang tidak kecanduan, sebenernya tidak perlu dipidana juga. Tindak pidana narkotika seharusnya fokus ke peredaran gelapnya," kata Dio kepada Media Indonesia, Sabtu, 16 September 2023.
Sebelumnya, Tim Percepatan Reformasi Hukum kelompok kerja Reformasi Lembaga Peradilan dan Penegakan Hukum menilai grasi massal diperlukan untuk menghindari kondisi overcrowded atau penuhnya lembaga pemasyarakatan (LP).
Menyitir data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM per Mei 2023, total penghuni LP dan rumah tahanan mencapai 266.216 orang dengan total kapasitas hanya untuk 135.900 orang. Artinya, angka persentase penghuni terhadap kapasitas mencapai 195,89 persen.
"Dari total angka tersebut, perkara narkotika mencapai total jumlah 138.377 orang. Hal ini mengindikasikan perkara
narkotika berkontribusi terhadap tingginya angka overcrowding LP di Indonesia," terang Dio.
Namun, ia berpendapat pemberian grasi massal bagi penyalahguna
narkotika hanyalah solusi jangka pendek. Adapun solusi jangka panjangnya dengan merevisi Undang-Undang Nomor 35/2009 tentang Narkotika, khususnya Pasal 111-116.
Menurut Dio, beleid tersebut mengatur hukuman penjara bagi orang yang memiliki, menyimpan atau menguasai narkotika dipenjara. Ia menyebut, peruntukkan pasal-pasal itu awalnya untuk para pengedar.
"Logikanya enggak mungkin kan orang yang menggunakan tapi enggak memiliki. Padahal awalnya pasal ini ditujukan untuk pengedar. Tapi (penyalahguna) tidak dibuktikan adanya niat melawan hukum. Jadi sekadar ada narkotika saja harus dipenjara," bebernya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)