Jakarta: Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menyayangkan sikap Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang meminta Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda pembacaan putusan etik Nurul Ghufron. PTUN dinilai terlalu mengintervensi Dewas.
"Nah, itu saya kira hal-hal yang mestinya PTUN pun juga tidak terlalu mengintervensi untuk penundaan," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada Medcom.id, Jumat, 24 Mei 2024.
Boyamin mengatakan perdebatan muncul karena penundaan tidak berdasarkan surat keputusan. Apalagi, kata Boyamin, Dewas KPK bukan pejabat tata usaha negara.
"Nah, kalau bukan pejabat tata usaha negara sebenarnya bukan ranahnya PTUN. Itu yang saya kira semua menjadi tidak pas," tegas Boyamin.
Dia juga menyayangkan sikap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang tidak menghormati Dewas. Seharusnya, Ghufron bisa menunggu rangkaian sidang etik dan menghormati putusannya.
"Kalau enggak terima ya bisa mengajukan gugatan atau banding atau apa kan gitu," ujar dia.
Dewas KPK dijadwalkan membacakan vonis etik terhadap Ghufron pada Selasa siang, 21 Mei 2024. Namun, agenda tersebut terbentur putusan PTUN.
PTUN mengeluarkan putusan sela dan memerintahkan Dewas KPK menghentikan proses persidangan etik terhadap Ghufron. Padahal, peradilan instansi itu sudah sampai tahap pamungkas, yaitu pembacaan vonis.
Jakarta: Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menyayangkan sikap Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang meminta
Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda pembacaan putusan
etik Nurul Ghufron. PTUN dinilai terlalu mengintervensi Dewas.
"Nah, itu saya kira hal-hal yang mestinya PTUN pun juga tidak terlalu mengintervensi untuk penundaan," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada
Medcom.id, Jumat, 24 Mei 2024.
Boyamin mengatakan perdebatan muncul karena penundaan tidak berdasarkan surat keputusan. Apalagi, kata Boyamin, Dewas
KPK bukan pejabat tata usaha negara.
"Nah, kalau bukan pejabat tata usaha negara sebenarnya bukan ranahnya PTUN. Itu yang saya kira semua menjadi tidak pas," tegas Boyamin.
Dia juga menyayangkan sikap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang tidak menghormati Dewas. Seharusnya, Ghufron bisa menunggu rangkaian sidang etik dan menghormati putusannya.
"Kalau enggak terima ya bisa mengajukan gugatan atau banding atau apa kan gitu," ujar dia.
Dewas KPK dijadwalkan membacakan vonis etik terhadap Ghufron pada Selasa siang, 21 Mei 2024. Namun, agenda tersebut terbentur putusan PTUN.
PTUN mengeluarkan putusan sela dan memerintahkan Dewas KPK menghentikan proses persidangan etik terhadap Ghufron. Padahal, peradilan instansi itu sudah sampai tahap pamungkas, yaitu pembacaan vonis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)