Kuasa hukum mantan kader Partai Demokrat Jhoni Allen dkk, Slamet Hasan, memperlihatkan notifikasi perubahan perkara yang diterima. Medcom.id/Theofilus Ifan Sucipto
Kuasa hukum mantan kader Partai Demokrat Jhoni Allen dkk, Slamet Hasan, memperlihatkan notifikasi perubahan perkara yang diterima. Medcom.id/Theofilus Ifan Sucipto

Jenis Perkara Diubah, Jhoni Allen Cs Protes

Theofilus Ifan Sucipto • 26 Maret 2021 13:58
Jakarta: Partai Demokrat kubu Moeldoko mengajukan pengaduan dan keberatan terhadap sikap majelis hakim. Pasalnya, majelis hakim dituding secara sepihak mengubah perkara gugatan melawan hukum menjadi perkara sengketa partai politik (parpol).
 
Kuasa hukum mantan kader Partai Demokrat Jhoni Allen cs, Slamet Hasan, menjelaskan pihaknya meregistrasi perkara sebagai gugatan melawan melawan hukum dengan nomor perkara 135/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst pada 2 Maret 2021. Namun, pada Kamis, 25 Maret 2021, Slamet menerima notifikasi dari sistem elektronik pengadilan.
 
Notifikasi itu menyatakan nomor perkara diubah menjadi 135/Pdt.Sus-Parpol/2021/PN Jkt.Pst. Padahal, pihaknya sudah menjalani beberapa kali persidangan terkait perkara itu.

"Kita keberatan dengan majelis hakim karena memaksakan untuk memeriksa dengan mekanisme sengketa parpol," kata Slamet di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, Jumat, 26 Maret 2021.
 
Slamet menyebut kliennya menggugat perbuatan melawan hukum pada kubu Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Perubahan jenis perkara ini disebut membuat sejumlah langkah hukum menjadi hilang
 
"Yang seharusnya kita diberi peluang untuk melakukan mediasi, jadi dihilangkan," kata Slamet.
 
Baca: Tak Ikuti Jejak Marzuki Alie Cs, Jhoni Allen Teruskan Gugatan ke AHY
 
Dia mengkritik keras keputusan majelis hakim. Majelis hakim diminta profesional memproses perkara yang diajukan pihaknya. Hakim seharusnya pasif menerima gugatan.
 
"Kalau ada kekeliruan secara formalitas gugatan, bukan begini caranya," tegas Slamet.
 
Majelis hakim semestinya menunggu pihak AHY sebagai tergugat mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Hal itu untuk menentukan apakah pihak AHY keberatan dengan kekeliruan formalitas.
 
Eksepsi tersebut, kata Slamet, harus disampaikan ke pengadilan secara formal melalui persidangan. Kemudian, hakim mempertimbangkan semua aspek dan dasar hukum.
 
"Dalam putusan nanti, baru hakim akan memutuskan hakim ini berwenang atau tidak memutus perkara ini," tutur dia.
 
Bila hakim merasa perkaranya memang perbuatan melawan hukum, eksepsi AHY akan ditolak. Namun, gugatan dari Marzuki dkk akan ditolak jika hakim merasa perkara itu sengketa partai politik.
 
"Yang membuat kita lebih kaget karena hakim bersifat aktif untuk mengubah sendiri secara sepihak," kata Slamet.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan