Jakarta: Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Argo Yuwono meminta para jurnalis menunjukkan identitasnya kepada aparat kepolisian saat meliput unjuk rasa. Sehingga demonstran dan wartawan bisa dibedakan.
"Sampaikan saja, 'saya wartawan, saya meliput'. Kan tidak mungkin juga di depan anggota lempar-lemparan ya, di belakang biar terlindungi oleh anggota," ujar Argo saat dikonfirmasi, Sabtu, 10 Oktober 2020.
Argo menegaskan Korps Bhayangkara akan melindungi kerja jurnalis dalam menginformasikan berita kepada masyarakat luas. Namun Argo tak menyangkal adanya kondisi kaos yang sulit dikendalikan. Akibatnya jurnalis menjadi korban salah tangkap.
"Tentunya bisa saling komunikasi di lapangan, menunjukkan identitas jelas, nanti bisa terlindungi oleh teman-teman anggota," kata Argo.
Baca: Intimidasi Wartawan Langgar Hukum dan HAM
Sebanyak dua jurnalis mengaku diintimidasi polisi saat meliput demo penolakan UU Cipta Kerja (Ciptaker). Mereka adalah jurnalis Suara.com Peter Rotti dan jurnalis CNNIndonesia.com Tohirin.
Peter mengaku mendapat perlakuan kasar dari anggota polisi. Ponselnya dirampas dan dibanting hingga kartu memorinya disita. Bahkan dia juga menerima pukulan di bagian pelipis dan tangan. Intimidasi itu disebut terjadi karena Peter merekam aksi pengamanan peserta demo.
Sementara itu, Tohirin mengaku mendapat pukulan di bagian kepalanya. Padahal Tohirin sudah memperlihatkan kartu identitasnya. Anggota tetap menyeret Tohirin dan gawainya dirampas.
Selain itu, jurnalis Merahputih.com, Ponco Sulaksono juga menjadi korban salah tangkap usai demo UU Ciptaker. Ponco baru dibebaskan kemarin, Jumat, 9 Oktober 2020.
Jakarta: Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Argo Yuwono meminta para jurnalis menunjukkan identitasnya kepada aparat kepolisian saat meliput
unjuk rasa. Sehingga demonstran dan wartawan bisa dibedakan.
"Sampaikan saja, 'saya wartawan, saya meliput'. Kan tidak mungkin juga di depan anggota lempar-lemparan ya, di belakang biar terlindungi oleh anggota," ujar Argo saat dikonfirmasi, Sabtu, 10 Oktober 2020.
Argo menegaskan Korps Bhayangkara akan melindungi kerja jurnalis dalam menginformasikan berita kepada masyarakat luas. Namun Argo tak menyangkal adanya kondisi kaos yang sulit dikendalikan. Akibatnya jurnalis menjadi korban salah tangkap.
"Tentunya bisa saling komunikasi di lapangan, menunjukkan identitas jelas, nanti bisa terlindungi oleh teman-teman anggota," kata Argo.
Baca: Intimidasi Wartawan Langgar Hukum dan HAM
Sebanyak dua jurnalis mengaku
diintimidasi polisi saat meliput demo penolakan UU Cipta Kerja (Ciptaker). Mereka adalah jurnalis
Suara.com Peter Rotti dan jurnalis
CNNIndonesia.com Tohirin.
Peter mengaku mendapat perlakuan kasar dari anggota polisi. Ponselnya dirampas dan dibanting hingga kartu memorinya disita. Bahkan dia juga menerima pukulan di bagian pelipis dan tangan. Intimidasi itu disebut terjadi karena Peter merekam aksi pengamanan peserta demo.
Sementara itu, Tohirin mengaku mendapat pukulan di bagian kepalanya. Padahal Tohirin sudah memperlihatkan kartu identitasnya. Anggota tetap menyeret Tohirin dan gawainya dirampas.
Selain itu, jurnalis
Merahputih.com, Ponco Sulaksono juga menjadi korban salah tangkap usai demo UU Ciptaker. Ponco baru dibebaskan kemarin, Jumat, 9 Oktober 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)