Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah (kiri) berjalan keluar gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (1/3/2017). Foto: Antara/Reno Esnir.
Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah (kiri) berjalan keluar gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (1/3/2017). Foto: Antara/Reno Esnir.

Kepala Bakamla Minta 7,5 Persen dari Pengadaan Monitoring Satellite

Renatha Swasty • 10 Maret 2017 01:47
medcom.id, Jakarta: Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Arie Soedewo meminta jatah 7,5 persen dari pengadaan monitoring satellite. Permintaan dilayangkan pada pemenang lelang, PT Melati Technofo Indonesia.
 
Hal ini terungkap dalam surat dakwaan Hardy Stefanus, anak buah Fahmi Darmawansyah. Fahmi adalah pemilik PT Technofo Indonesia.
 
"Sekitar Oktober 2016 bertempat di ruangan Kepala Bakamla, dilakukan pertemuan antara Kepala Bakamla Arie Soedewo dan Eko Susilo Hadi (Deputi bidang Informasi Hukum dan Kerja sama Bakamla merangkap pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Utama (Sestama) Bakamla) membahas 7,5 persen untuk Bakamla dari pengadaan monitoring satellite yang dimenangkan PT Melati Technofo Indonesia," kata Jaksa KPK Kiki Ahmad Yani, Kamis 9 Maret 2017.

Baca: Anak Buah Suami Ineke Didakwa Suap 4 Pejabat Bakamla
 
Kiki menjelaskan, saat itu Arie Soedewo menyampaikan dari jatah 15 persen dari nilai pengadaan, Bakamla mendapat jatah 7,5 persen. Dan akan diberikan lebih dulu 2 persen.
 
"Kemudian Arie Soedewo meminta Eko Susilo Hadi menghubungi terdakwa dan Muhammad Adami Okta (anak buah Fahmi) untuk menyampaikan jika pemberian sebesar 2 persen diberikan kepada Eko Susilo Hadi," jelas Kiki.
 
Saat datang ke kantor Bakamla pada 9 November 2016, Adami mendapat permintaan mengenai bagian 7,5 persen itu dari Eko. Adami pun berjanji akan memberikan 2 persen lebih dulu. 
 
Eko juga meminta bantuan operasional sebesar 10 ribu dolar AS dan 10 ribu euro. Fahmi kemudian memerintahkan untuk disiapkan dulu 2 persen dari Rp222,438 miliar yaitu Rp4,44 miliar dikurangi uang operasional untuk Eko sehingga menjadi Rp278,6 miliar sehingga sisa untuk Bakamla adalah sebesar Rp4,161 miliar.
 
Baca: KPK Bidik Perantara Suap Bakamla
 
Sebelumnya Hardy didakwa menyuap empat pejabat Bakamla bersama Adami Okta. Suap terkait terkait pengadaan monitoring satellite.
 
Jumlah uang suap pada empat pejabat Bakamla yaitu SGD309.500; 88.500 dolar AS, Euro10 ribu dan Rp120 juta.
 
Atas perbuatan itu, Adami dan Hardy diancam pidana dalam pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(DEN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan