medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membidik perantara yang diduga memberikan suap dari Fahmi Dharmawansyah, Dirut PT Merial Esa Indonesia merangkap PT Melati Technofo Indonesia (PT MTI) kepada Deputi Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi.
Perantara tersebut diduga Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi, seorang swasta. Dia disebut-sebut penghubung antara suami Inneke Koesherawati dan Eko. Ali telah diperiksa KPK untuk mengungkap dugaan adanya keterlibatannya sebagai perantara itu.
"Di kasus Bakamla yang diduga punya relasi dengan pejabat Bakamla sehingga dibutuhkan keterangannya (Fahmi Habsy) dalam kasus ini," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (6/1/2017).
Pengacara Fahmi, Maqdir Ismail mengakui, kliennya memiliki kedekatan dengan Fahmi Habsyi. Tapi, Maqdir berdalih kedekatannya itu tak berkaitan dengan kasus suap di Bakamla.
"Pak Fahmi hampir tidak pernah berhubungan dengan orang-orang di Bakamla dia lebih banyak berhubungan dengan Fahmi Al Habsyi ini," kata Maqdir di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Meski Fahmi memiliki kedekatan dengan kliennya, namun, Maqdir enggan merinci perannya dalam kasus suap ini. Menurut dia, penyidik yang lebih berwenang menjelaskan hal tersebut.
"Lebih baik itu tanya penyidik deh yah," kata Maqdir.
Kasus suap di Bakamla terbongkar ketika KPK menangkap tangan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi pada 14 Desember 2016. KPK juga membekuk Hardy Stefanus dan pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) M. Adami Okta.
Lembaga Antikorupsi mengamankan uang Rp2 miliar yang terdiri dari mata uang dolar AS dan dolar Singapura dari tangan Eko. Fulus itu diduga terkait pengadaan satelit monitoring senilai Rp220 miliar.
Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah diduga sebagai sumber dana suap ini. Suami artis Inneke Kusherawati itu berencana mengakuisisi PT MTI yang memenangkan tender satelit monitoring.
Eko pun ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Dia disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara, Fahmi, Hardy dan Adami dijadikan tersangka pemberi suap. Mereka dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pada perkembangannya, Direktur Data dan Informasi Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Pertama (Laksma) Bambang Udoyo ditetapkan sebagai tersangka oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Laksma Bambang adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan satelit monitoring Bakamla.
Puspom TNI sempat menggeledah kediaman Laksma Bambang. Dari sana, mereka menemukan barang bukti berupa fulus SGD80 ribu dan USD15 ribu yang diduga masih berkaitan dengan kasus dugaan suap.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/GKd3ljek" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membidik perantara yang diduga memberikan suap dari Fahmi Dharmawansyah, Dirut PT Merial Esa Indonesia merangkap PT Melati Technofo Indonesia (PT MTI) kepada Deputi Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi.
Perantara tersebut diduga Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi, seorang swasta. Dia disebut-sebut penghubung antara suami Inneke Koesherawati dan Eko. Ali telah diperiksa KPK untuk mengungkap dugaan adanya keterlibatannya sebagai perantara itu.
"Di kasus Bakamla yang diduga punya relasi dengan pejabat Bakamla sehingga dibutuhkan keterangannya (Fahmi Habsy) dalam kasus ini," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (6/1/2017).
Pengacara Fahmi, Maqdir Ismail mengakui, kliennya memiliki kedekatan dengan Fahmi Habsyi. Tapi, Maqdir berdalih kedekatannya itu tak berkaitan dengan kasus suap di Bakamla.
"Pak Fahmi hampir tidak pernah berhubungan dengan orang-orang di Bakamla dia lebih banyak berhubungan dengan Fahmi Al Habsyi ini," kata Maqdir di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Meski Fahmi memiliki kedekatan dengan kliennya, namun, Maqdir enggan merinci perannya dalam kasus suap ini. Menurut dia, penyidik yang lebih berwenang menjelaskan hal tersebut.
"Lebih baik itu tanya penyidik deh yah," kata Maqdir.
Kasus suap di Bakamla terbongkar ketika KPK menangkap tangan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi pada 14 Desember 2016. KPK juga membekuk Hardy Stefanus dan pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) M. Adami Okta.
Lembaga Antikorupsi mengamankan uang Rp2 miliar yang terdiri dari mata uang dolar AS dan dolar Singapura dari tangan Eko. Fulus itu diduga terkait pengadaan satelit monitoring senilai Rp220 miliar.
Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah diduga sebagai sumber dana suap ini. Suami artis Inneke Kusherawati itu berencana mengakuisisi PT MTI yang memenangkan tender satelit monitoring.
Eko pun ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Dia disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara, Fahmi, Hardy dan Adami dijadikan tersangka pemberi suap. Mereka dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pada perkembangannya, Direktur Data dan Informasi Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Pertama (Laksma) Bambang Udoyo ditetapkan sebagai tersangka oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Laksma Bambang adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan satelit monitoring Bakamla.
Puspom TNI sempat menggeledah kediaman Laksma Bambang. Dari sana, mereka menemukan barang bukti berupa fulus SGD80 ribu dan USD15 ribu yang diduga masih berkaitan dengan kasus dugaan suap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)