Gedung Merah Putih KPK. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.
Gedung Merah Putih KPK. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.

KPK Bantah Firli Punya Janji ke Lukas Enembe

Candra Yuri Nuralam • 03 Februari 2023 01:16
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah pimpinannya Firli Bahuri pernah memberikan janji saat memeriksa Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe di rumahnya. Tidak ada pembicaraan tertutup antara keduanya saat itu.
 
"Pertemuan di Papua saat itu di rumah kediaman tersangka dilakukan secara terbuka, dihadiri KPK sendiri dan LE (Lukas Enembe). Ada Polda, BIN, daerah, dari Kodam, ada semua di sana. Tidak ada pembicaraan yang khusus," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Februari 2023.
 
Ali menjelaskan Firli tidak bisa memberikan keputusan sendiri dan memberikan janji personal kepada Lukas. Karena, keputusan untuk kasus yang menjerat orang nomor satu di Papua itu wajib kolektif kolegial.

"Kami juga tidak paham pengacara menarasikan menagih janji. Sekali lagi kerja di KPK kolektif kolegial. Tidak bisa tiba-tiba pribadi dikatakan menjanjikan, atau mengambil keputusan sendiri, tidak mungkin," ucap Ali.
 
Kuasa hukum Lukas diminta tidak sembarangan mengucap. KPK menegaskan tidak pernah ada karpet merah untuk tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi di Papua itu.
 
Surat itu ditulis tangan oleh Lukas. Pesannya dikirim kepada bagian penyuratan KPK oleh Pengacara Lukas, Petrus Bala.
 
"Iya, Pak Lukas sendiri yang tulis," kata Pengacara Lukas, Petrus Bala saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu, 1 Februari 2023.
 
Lukas terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
 

Baca: Lukas Enembe Surati Firli, Nawawi: Penyidik Tidak Perlu Terpengaruh 


KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
 
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
 
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
 
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
 
Lukas Enembe diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
 
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Sedangkan, Lukas Enembe disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan