Jakarta: Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe memberikan surat kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri pada Rabu, 1 Februari 2023. Isinya berupa penagihan janji dari pentolan Lembaga Antirasuah.
Menanggapi itu, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango meminta penyidik tidak terpengaruh dengan surat Lukas ke Firli. Dia juga mengaku tidak mengetahui isi suratnya.
"Pak Firli saja yang tahu apa janji yang dibisikkan ke tersangka (Lukas). Penyidik tidak perlu terpengaruh dengan hal semacam itu," kata Nawawi melalui keterangan tertulis, Kamis, 2 Februari 2023.
Penyidik wajib menangani perkara tanpa adanya pengaruh dari pihak manapun. Penagihan janji itu juga bakal menjadi peringatan untuk KPK.
"Harusnya ini jadi peringatan bagi kami untuk menghindari style kerja yang cenderung one man show," ucap Nawawi.
Surat itu ditulis tangan oleh Lukas. Pesannya dikirim kepada bagian penyuratan KPK oleh Pengacara Lukas, Petrus Bala.
"Iya, Pak Lukas sendiri yang tulis," kata Pengacara Lukas, Petrus Bala saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu, 1 Februari 2023.
Lukas terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas Enembe diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Jakarta: Gubernur nonaktif Papua
Lukas Enembe memberikan surat kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) Firli Bahuri pada Rabu, 1 Februari 2023. Isinya berupa penagihan janji dari pentolan Lembaga Antirasuah.
Menanggapi itu, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango meminta penyidik tidak terpengaruh dengan surat Lukas ke Firli. Dia juga mengaku tidak mengetahui isi suratnya.
"Pak Firli saja yang tahu apa janji yang dibisikkan ke tersangka (Lukas). Penyidik tidak perlu terpengaruh dengan hal semacam itu," kata Nawawi melalui keterangan tertulis, Kamis, 2 Februari 2023.
Penyidik wajib menangani perkara tanpa adanya pengaruh dari pihak manapun. Penagihan janji itu juga bakal menjadi peringatan untuk KPK.
"Harusnya ini jadi peringatan bagi kami untuk menghindari
style kerja yang cenderung
one man show," ucap Nawawi.
Surat itu ditulis tangan oleh Lukas. Pesannya dikirim kepada bagian penyuratan KPK oleh Pengacara Lukas, Petrus Bala.
"Iya, Pak Lukas sendiri yang tulis," kata Pengacara Lukas, Petrus Bala saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu, 1 Februari 2023.
Lukas terjerat kasus
dugaan suap dan
gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian
fee 14 persen dari nilai kontrak.
Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan
venue menembang
outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas Enembe diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)