Jakarta: Pemerintah disebut belum membayarkan subsidi kepada pengusaha dari program subsidi minyak goreng (migor) kemasan Rp14 ribu per liter. Subsidi itu yakni selisih harga eceran tertinggi (HET) migor kemasan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan harga keekonomian.
"Karena memang sampai sekarang pun pemerintah belum membayar selisih harga antara harga acuan keekonomian dengan harga eceran tertinggi (HET). Jadi, sampai sekarang pemerintah masih berutang teman-teman pelaku usaha," kata pelaksana tugas (Plt) Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting pada Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Isy Karim, saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa, 4 Oktober 2022.
Jaksa lantas menanyakan mengenai alasan belum dibayar. Menurut Isy, pembayaran tertunda karena masih dikaji oleh tim internal.
"Masih dalam proses untuk validasi oleh tim surveyor," ucap Isy.
Pemberian subsidi untuk pelaku usaha atau produsen migor tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1 Tahun 2022. Aturan yang diterbitkan awal 2022 itu dimaksudkan untuk mengatasi kelangkaan migor.
Pemerintah mendorong produsen untuk berpartisipasi menyediakan migor merek Minyakita dengan HET Rp14 ribu per liter. Produsen akan mendapat subsidi dari penjualan migor tersebut melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Karena kebijakan itu bersifat sukarela, pada praktiknya produsen migor banyak yang lebih memilih ekspor. Sehingga, kelangkaan migor di dalam negeri tak terhindarkan.
Sebelumnya, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri pada Kemendag Oke Nurwan dicecar soal mekanisme penerbitan Permendag tersebut. Ia juga mengungkap alasan produsen migor memilih ekspor ketimbang menjual di dalam negeri.
"Memasok kemasan sederhana dengan Rp14 ribu, karena harga internasional tinggi. Sehingga saya kalau berpikiran negatif, ya ngapain (dalam negeri)? Termasuk juga kita wajibkan Rp14.000 dengan diimingi (subsidi) selisih harga Rp3.260, ya lebih milih yang Rp26 ribu (per liter saat itu)," ujar Nurwan saat persidangan di Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Isy Karim dihadirkan sebagai saksi dari jaksa penuntut umum (JPU). Dia bersaksi untuk lima terdakwa pada perkara korupsi perizinan PE minyak sawit atau crude palm oil (CPO) oleh Kemendag.
Kelima terdakwa yakni, eks Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Indra Sari Wisnu Wardhana; tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Perbuatan melawan hukum mereka itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kemendag. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Jakarta: Pemerintah disebut belum membayarkan subsidi kepada pengusaha dari program subsidi
minyak goreng (migor) kemasan Rp14 ribu per liter. Subsidi itu yakni selisih harga eceran tertinggi (HET) migor kemasan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan harga keekonomian.
"Karena memang sampai sekarang pun pemerintah belum membayar selisih harga antara harga acuan keekonomian dengan harga eceran tertinggi (HET). Jadi, sampai sekarang pemerintah masih berutang teman-teman pelaku usaha," kata pelaksana tugas (Plt) Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting pada Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri
Kementerian Perdagangan (Kemendag), Isy Karim, saat persidangan di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa, 4 Oktober 2022.
Jaksa lantas menanyakan mengenai alasan belum dibayar. Menurut Isy, pembayaran tertunda karena masih dikaji oleh tim internal.
"Masih dalam proses untuk validasi oleh tim surveyor," ucap Isy.
Pemberian subsidi untuk pelaku usaha atau produsen migor tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1 Tahun 2022. Aturan yang diterbitkan awal 2022 itu dimaksudkan untuk mengatasi kelangkaan migor.
Pemerintah mendorong produsen untuk berpartisipasi menyediakan migor merek Minyakita dengan HET Rp14 ribu per liter. Produsen akan mendapat subsidi dari penjualan migor tersebut melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Karena kebijakan itu bersifat sukarela, pada praktiknya produsen migor banyak yang lebih memilih
ekspor. Sehingga, kelangkaan migor di dalam negeri tak terhindarkan.
Sebelumnya, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri pada Kemendag Oke Nurwan dicecar soal mekanisme penerbitan Permendag tersebut. Ia juga mengungkap alasan produsen migor memilih ekspor ketimbang menjual di dalam negeri.
"Memasok kemasan sederhana dengan Rp14 ribu, karena harga internasional tinggi. Sehingga saya kalau berpikiran negatif, ya
ngapain (dalam negeri)? Termasuk juga kita wajibkan Rp14.000 dengan diimingi (subsidi) selisih harga Rp3.260, ya lebih milih yang Rp26 ribu (per liter saat itu)," ujar Nurwan saat persidangan di Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Isy Karim dihadirkan sebagai saksi dari jaksa penuntut umum (JPU). Dia bersaksi untuk lima terdakwa pada perkara korupsi perizinan PE minyak sawit atau
crude palm oil (CPO) oleh Kemendag.
Kelima terdakwa yakni, eks Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Indra Sari Wisnu Wardhana; tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Perbuatan melawan hukum mereka itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kemendag. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)