medcom.id, Jakarta: Komisi Yudisial (KY) menilai, kesalahan ketik dalam putusan bukan perkara kecil. Keteledoran itu bisa berbuntut sanksi.
"Bagi KY, salah ketik tidak bisa dianggap sebagai kesalahan sepele. Karena seringkali berujung pada nasib para pencari keadilan," kata juru bicara KY Farid Wajdi dalam keterangan tertulisnya, Kamis 6 April 2017.
Seusia KY yang sudah 10 tahun, banyak modus pelanggaran yang dilakukan. Salah satunya, ya salah ketik. Istilahnya dalam doktrin hukum adalah clerical error.
Menurut Farid, kesalahan ini tanggung jawab hakim. Kesalahan ketik ada dua jenis. Pertama, salah ketik yang tidak memiliki dampak signifikan, biasanya terjadi pada kepala putusan. Kedua, salah ketik dengan dampak signifikan. Dominan terjadi pada pertimbangan hakim dan amar putusan.
Baca: Salah Ketik MA di Putusan Tatib DPD Bisa Dibetulkan
KY akan mengukur sejauh mana tanggung jawab dan seberapa besar kontribusi kesalahan hakim pada salah ketik itu. Sejauh ini, sambung Farid, sanksi yang dijatuhkan ringan untuk yang tidak berdampak. Sanksi sedang sampai berat untuk salah ketik yang berdampak signifikan.
Menurut dia, di dunia internasional, salah ketik dianggap sebagai administrative failure dengan dua perlakuan utama. Langsung diperbaiki atau dikenakan sanksi. "Administrative failure akan lebih punya bobot untuk diberi sanksi, apabila menjadi sebuah pattern yang terus berulang serta terus terjadi pada pelaku, hakim yang sama," pungkas Farid.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengakui ada kesalahan ketik dalam putusan uji materi Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2017. Regulasi itu memuat ketentuan masa jabatan pimpinan DPD adalah 2,5 tahun.
Dalam putusan perkara Nomor 20 P HUM/2017 itu terdapat kesalahan di amar nomor tiga. Poin itu berbunyi, "Memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencabut Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 tentang Tata Tertib."
Juru bicara MA Suhadi menilai, kesalahan ini dapat dibetulkan. Bila kesalahan pada subtansi perkara dilakukan dengan upaya hukum semisal banding sampai kasasi. Bila hanya salah ketik, pembentulan dilakukan dengan proses renvoi oleh mejelis yang memutus perkara. "Coret rakyat, coret sah," ungkap dia.
Tiap institusi peradilan sejatinya berkomitmen berusaha menghindari keliruan dan kesalahan. Namun, manusia pasti tidak luput dari kesalahan. Dia menegaskan, tidak ada maksud apapun dalam kesalahan ketik itu. "Ini betul-betul karena kekeliruan," pungkas dia.
medcom.id, Jakarta: Komisi Yudisial (KY) menilai, kesalahan ketik dalam putusan bukan perkara kecil. Keteledoran itu bisa berbuntut sanksi.
"Bagi KY, salah ketik tidak bisa dianggap sebagai kesalahan sepele. Karena seringkali berujung pada nasib para pencari keadilan," kata juru bicara KY Farid Wajdi dalam keterangan tertulisnya, Kamis 6 April 2017.
Seusia KY yang sudah 10 tahun, banyak modus pelanggaran yang dilakukan. Salah satunya, ya salah ketik. Istilahnya dalam doktrin hukum adalah clerical error.
Menurut Farid, kesalahan ini tanggung jawab hakim. Kesalahan ketik ada dua jenis. Pertama, salah ketik yang tidak memiliki dampak signifikan, biasanya terjadi pada kepala putusan. Kedua, salah ketik dengan dampak signifikan. Dominan terjadi pada pertimbangan hakim dan amar putusan.
Baca: Salah Ketik MA di Putusan Tatib DPD Bisa Dibetulkan
KY akan mengukur sejauh mana tanggung jawab dan seberapa besar kontribusi kesalahan hakim pada salah ketik itu. Sejauh ini, sambung Farid, sanksi yang dijatuhkan ringan untuk yang tidak berdampak. Sanksi sedang sampai berat untuk salah ketik yang berdampak signifikan.
Menurut dia, di dunia internasional, salah ketik dianggap sebagai administrative failure dengan dua perlakuan utama. Langsung diperbaiki atau dikenakan sanksi. "Administrative failure akan lebih punya bobot untuk diberi sanksi, apabila menjadi sebuah pattern yang terus berulang serta terus terjadi pada pelaku, hakim yang sama," pungkas Farid.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengakui ada kesalahan ketik dalam putusan uji materi Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2017. Regulasi itu memuat ketentuan masa jabatan pimpinan DPD adalah 2,5 tahun.
Dalam putusan perkara Nomor 20 P HUM/2017 itu terdapat kesalahan di amar nomor tiga. Poin itu berbunyi, "Memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencabut Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 tentang Tata Tertib."
Juru bicara MA Suhadi menilai, kesalahan ini dapat dibetulkan. Bila kesalahan pada subtansi perkara dilakukan dengan upaya hukum semisal banding sampai kasasi. Bila hanya salah ketik, pembentulan dilakukan dengan proses renvoi oleh mejelis yang memutus perkara. "Coret rakyat, coret sah," ungkap dia.
Tiap institusi peradilan sejatinya berkomitmen berusaha menghindari keliruan dan kesalahan. Namun, manusia pasti tidak luput dari kesalahan. Dia menegaskan, tidak ada maksud apapun dalam kesalahan ketik itu. "Ini betul-betul karena kekeliruan," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)