Jakarta: Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri mendalami nilai pajak PT Walet Kembar Lestari yang dibayar ke negara. Pasalnya, penghitungan awal tim pemeriksa dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) nilai pajak PT Walet Kembar Lestari untuk 2016 mencapai Rp70 miliar.
Awalnya, Hakim Fahzal menanyakan kepada saksi Direktur Utama PT Walet Kembar Lestari, Harjanto Prawiro, terkait nilai pajak yang dibayarkan perusahaan tersebut pada 2016. Harjanto menyebut nilai pajaknya sekitar Rp600 juta.
"(Saat) keluar penetapan (pajak) dibayar," kata Harjanto saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 14 April 2022.
Harjanto menggunakan konsultan pajak untuk mengurus kewajiban kepada negara. Konsultan itu, yakni Heri dan dia pihak yang berkomunikasi dengan tim pajak.
Tim pajak terdiri dari ketua tim pemeriksa Alfred Simanjuntak, supervisor Wawan Ridwan, dan anggota Yulmanizar serta Febrian. Alfred dan Wawan merupakan terdakwa dalam perkara ini.
Hakim Fahzal menanyakan kepada Febrian perihal nilai pajak PT Walet Kembar Lestari yang sebenarnya. Sebab, Febrian menyebut nilai Rp600 juta merupakan hasil rekayasa pajak.
"Ada penghitungan sementara, Rp70 miliar sekian," ucap Febrian.
Baca: Jaksa Hadirkan 5 Saksi Kasus Rekayasa Penghitungan Pajak
Hakim Fahzal heran dengan nilai fantastis tersebut. Febrian menjelaskan nilai penghitungan itu masih dalam konfirmasi.
"Itu Rp70 miliar juga masih ragu-ragu karena kita masih konfirmasi ke laporan keuangan, akuntan publik, tapi enggak dibalas," ujar Febrian.
Hakim Fahzal menanyakan terkait perubahan nilai pajak menjadi sekitar Rp600 juta. Febrian mengatakan nilai penghitungan bisa seperti itu karena adanya permintaan.
"Sesuai permintaan," singkat Febrian.
Harjanto diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa mantan pejabat DJP Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak. Dia dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Alfred dan Wawan didakwa menerima suap total SGD1.212.500 atau senilai Rp12,9 miliar. Keduanya kecipratan fulus setelah merekayasa hasil penghitungan tiga wajib pajak. Keduanya masing-masing menerima SGD606,250 (sekitar Rp6,4 miliar).
Keduanya juga didakwa menerima gratifikasi masing-masing Rp2,4 miliar. Fulus itu diterima dari sembilan wajib pajak.
Sedangkan, Wawan juga didakwa dua pasal terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia menyamarkan harta kekayaannya itu dengan mentransfer uang ke sejumlah orang.
Jakarta: Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri mendalami nilai
pajak PT Walet Kembar Lestari yang dibayar ke negara. Pasalnya, penghitungan awal tim pemeriksa dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) nilai pajak PT Walet Kembar Lestari untuk 2016 mencapai Rp70 miliar.
Awalnya, Hakim Fahzal menanyakan kepada saksi Direktur Utama PT Walet Kembar Lestari, Harjanto Prawiro, terkait nilai pajak yang dibayarkan perusahaan tersebut pada 2016. Harjanto menyebut nilai pajaknya sekitar Rp600 juta.
"(Saat) keluar penetapan (pajak) dibayar," kata Harjanto saat persidangan di
Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 14 April 2022.
Harjanto menggunakan konsultan pajak untuk mengurus kewajiban kepada negara. Konsultan itu, yakni Heri dan dia pihak yang berkomunikasi dengan tim pajak.
Tim pajak terdiri dari ketua tim pemeriksa Alfred Simanjuntak, supervisor Wawan Ridwan, dan anggota Yulmanizar serta Febrian. Alfred dan Wawan merupakan terdakwa dalam perkara ini.
Hakim Fahzal menanyakan kepada Febrian perihal nilai pajak PT Walet Kembar Lestari yang sebenarnya. Sebab, Febrian menyebut nilai Rp600 juta merupakan hasil rekayasa pajak.
"Ada penghitungan sementara, Rp70 miliar sekian," ucap Febrian.
Baca:
Jaksa Hadirkan 5 Saksi Kasus Rekayasa Penghitungan Pajak
Hakim Fahzal heran dengan nilai fantastis tersebut. Febrian menjelaskan nilai penghitungan itu masih dalam konfirmasi.
"Itu Rp70 miliar juga masih ragu-ragu karena kita masih konfirmasi ke laporan keuangan, akuntan publik, tapi enggak dibalas," ujar Febrian.
Hakim Fahzal menanyakan terkait perubahan nilai pajak menjadi sekitar Rp600 juta. Febrian mengatakan nilai penghitungan bisa seperti itu karena adanya permintaan.
"Sesuai permintaan," singkat Febrian.
Harjanto diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa mantan pejabat DJP Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak. Dia dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Alfred dan Wawan didakwa menerima suap total SGD1.212.500 atau senilai Rp12,9 miliar. Keduanya kecipratan fulus setelah merekayasa hasil penghitungan tiga wajib pajak. Keduanya masing-masing menerima SGD606,250 (sekitar Rp6,4 miliar).
Keduanya juga didakwa menerima gratifikasi masing-masing Rp2,4 miliar. Fulus itu diterima dari sembilan wajib pajak.
Sedangkan, Wawan juga didakwa dua pasal terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia menyamarkan harta kekayaannya itu dengan mentransfer uang ke sejumlah orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)