Sidang ekd Dirut PLN Sofyan Basir. Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez.
Sidang ekd Dirut PLN Sofyan Basir. Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez.

Pasal Perbantuan Sofyan Basir Bersifat Alternatif

Fachri Audhia Hafiez • 26 Agustus 2019 20:00
Jakarta: Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan Pasal 56 ke-2 KUHP tentang Pembantu Kejahatan yang didakwakan kepada eks Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir bersifat alternatif. Artinya, terdakwa bisa dianggap terbukti melanggar bila salah satu unsur dalam delik tersebut telah terpenuhi.
 
"Unsur kesempatan umpamanya dalam satu peristiwa, seseorang itu mempunyai kewenangan yang orang lain tidak punya kewenangan itu, dan kewenangan itu melalui seseorang misalnya meminta bantuan. Dengan kewenangannya dia memberi kesempatan untuk seseorang melakukan sesuatu yang sesuai dengan kewenangan," kata Fickar saat menyampaikan keterangannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 26 Agustus 2019.
 
Sementara itu, terkait unsur sarana, lanjut Fickar, biasanya berbentuk fisik. Bentuknya bisa berupa tempat, kendaraan dan sebagainya. Unsur keterangan berupa informasi. Keterangan bisa dikaitkan dengan cara informasi itu diterima secara elektronik.

"Keterangan itu biasanya yang tidak dipunyai oleh orang lain, tetapi kemudian diberikan sebagai suatu bantuan untuk melakukan sesuatu kejahatan. Jadi kesempatan, sarana dan keterangan, sebenarnya itu merupakan alat untuk membantu," jelas Fickar.
 
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) kemudian menanyakan apakah unsur-unsur tersebut tidak harus terpenuhi semua untuk dianggap melanggar. Fickar menjawab unsur tersebut bisa terpenuhi bila salah satu unsur dianggap terbukti.
 
"Karena di pasalnya seperti itu pakai kata atau," tegas Fickar.
 
Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan kasus dugaan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Ia dinilai melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 juncto Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 ke-2 KUHP. 
 
Pasal terkait perbantuan dalam kejahatan termuat dalam Pasal 56 ayat (2) KUHP, yang berbunyi, "Dipidana sebagai pembantu kejahatan: (2). mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan."
 
Baca: Kehadiran Idrus di Sidang Sofyan Tunggu Restu MA
 
Dalam dakwaan, Sofyan disebut mempertemukan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd) serta China Huadian Engineering Company Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
 
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang diberikan untuk mempercepat kesepakatan proyek IPP PLTU Riau-1.
 
Atas bantuan Sofyan perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan